Mencari Cermin yang Pudar (bag. 2- Selesai)
Pandangannya yang Visioner
Kredibilitas ilmu yang didapatnya membuatnya selalu mengingat
akhirat, dan kiranya itulah salah satu tanda-tanda ilmu yang bermanfaat,
di mana pemiliknya akan selalu mendekatkan diri kepada sang Khaliq.
Suwaid bin Said berkata, bahwa aku melihat Abdullah bin al-Mubarak di
Kota Mekah, dia mendatangi sumur Zam-zam dan dia pun mengambil segelas
air, kemudian ia mengahadap ke Ka’bah dan berkata,
اللَّهُمَّ إِنَّ ابْنَ أَبِي المَوَّالِ حَدَّثَنَا،
عَنْ مُحَمَّدِ بنِ المُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ: عَنِ النَّبِيِّ -صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَنَّهُ قَالَ: (مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ
لَهُ) وَهَذَا أَشرَبُهُ لِعَطَشِ القِيَامَةِ، ثُمَّ شَرِبَهُ
“Ya Allah, sesungguhnya Ibnu Abil Mawal (yakni Ibnul Mu-ammal)
meriwayatkan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Munkadir
meriwayatkan kepada kami, dari Jabir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bersabda:
“Air Zam-Zam itu sesuai dengan niat meminumnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani, al-Irwa’ no: 1123) dan sesungguhnya aku meminumnya untuk kehausan di hari ،Kiamat”, kemudian ia meminumnya.
Subhanallah, renungkanlah dikala orang-orang meneguk air
zam-zam dengan niat kesehatan dan kesembuhan, Ibnul Mubarak meminumnya
demi untuk menghilangkan kehausannya kelak di hari kiamat, yang ia yakin
akan mengahadapinya, di mana semua orang keluar dari kuburnya dalam
keadaan haus, berkumpul di padang Mahsyar, semoga Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya.
Hartawan yang Dermawan
Ibnul Mubarak telah mewarisi harta yang banyak dari orang tuanya,
kemudian mengembangkannya dalam perniagaan sehingga ia menjadi
konglomerat yang hebat, disebutkan bahwa modal perniagaannya adalah 400
ribu Dirham. Harga seekor kambing pada masa itu sekitar 5 dirham,
hitunglah berapa kekayaaan yang ia warisi dari ayahnya???
Harta kekayaannya dibelanjakan untuk menuntut ilmu, menyantuni ulama,
membatu fakir miskin dan berperang di jalan Allah, ia berniaga bukan
untuk memperkaya diri, ia pernah berkata kepada Fudhail bin ‘Iyadh, “Andaikata bukan karena kamu dan teman-temanmu (maksudnya adalah para ulama) niscaya aku tidak akan berniaga”.
Salah seorang ulama yang datang setelah Ibnul Mubarak bertanya kepada
Isa bin Yunus yang hidup semasa dengan Abdullah bin al-Mubarak, apakah
yang menjadikan Ibnul Mubarak lebih utama daripada kalian, padahal dia
tidaklah lebih tua umurnya dari kalian, maka Isa bin Yunus berkata: “Hal
itu dikarenakan kalau dia datang bersama budak-budaknya dari Khurasan
membawa pakaian-pakaian yang baik-baik, ia menyambung tali persaudaran
dengan para ulama dengan barang-barang tersebut, berbagi dengan mereka,
sedangkan kami tidak mampu berbuat itu”.
Subahanallah, hal ini menunjukkan betapa mulianya niat ia
berniaga dan berdagang, yakni untuk mengangkat derajat para ulama agar
mereka tidak dimanfaatkan oleh para penguasa dan orang-orang berduit.
Menanggapi hal ini, Abbas ad-Dauri berkata “Tidaklah aku melihat seorang
yang mengajarkan hadis lillahii Ta’ala kecuali 6 orang, di antaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak.
Menengok Derma Ia
Al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Ibnul Mubarak membantu kaum
fakir miskin dalam setahun dengan uang sejumlah 100 ribu Dirham.
Harga 1 ekor kambing pada masa itu hanyalah 5 Dirham, bisa
dibayangkan kalau harga kambing itu 1 juta, maka ia telah bersedekah
kepada fakir miskin sebanyak 20 milyar rupiah dalam setahun, suatu
jumlah yang fantastis, dari seorang ulama, belum lagi bantuan yang ia
berikan kepada yang lainnya.
Bisa dibayangkan 20 milyar berderma dalam setahun.
Kisah Kedermawanannya:
Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata, Aku mendengar ayahku
berkata: “Konon Ibnul Mubarak apabila musim Haji, beberapa saudaranya
(seiman) dari penduduk Merv berkumpul kepadanya, mereka berkata, “Kami
ingin berhaji bersamamu”, ia menjawab; “Kalau begitu, kumpulkanlah biaya
haji kalian kepadaku”.
Setelah itu, Abdullah mengambil bekal mereka dan meletakkan di dalam
sebuah peti dan menguncinya. Kemudian ia menyewakan kendaraan untuk
mereka agar bisa pergi menuju Baghdad dari Merv.
Ia terus memberikan
nafkah dan melayani mereka dengan makanan yang enak-enak dan berbagai
macam kue, kemudian mempersiapkan mereka untuk pergi dari Baghdad dengan
pakaian yang indah dan rapi menuju kota Madinah an-Nabawiah.
Sesampainya di sana ia berkata kepada setiap orang dari rombongannya,
‘keluarga kalian berpesan apa dari Madinah?’
Mereka berkata ini dan itu, maka ia pun berbelanja memenuhi
keinginan mereka, kemudian berangkat ke kota Mekah. Sesampainya di sana,
ia berkata kepada mereka semua tentang pesanan keluargarnya yang harus
dibeli di Mekah, dan lagi-lagi ia berbelanja untuk mereka, kemudian ia
tetap memberikan nafkah kepada mereka sampai kembali ke kampung halaman
di Merv.
Tidak cukup disitu, Abdullah bin al-Mubarak merenovasi rumah-rumah
mereka. Setelah tiga hari dari kedatangan, ia membuat walimah (syukuran ed.)
mengundang rombongannya ini dan memberikan pakaian kepada mereka.
Apabila mereka telah usai makan dan minum, Ibnul Mubarak meminta peti
tempat menyimpan nafkah mereka, ia membukanya kemudian mengembalikan
barang titipan tersebut kepada setiap orang yang memilikinya, di mana
setiap kantong uang telah tertulis nama pemiliknya”.
Subnallah betapa mulia dan dermawannya Abdullah bin
al-Mubarak, sangat sulit kita mendapati orang seperti ini, walaupun
alhamdulillah kebaikan masih banyak, dan kita melihat beberapa
konglomerat yang memberangkatkan pegawai-pegawainya untuk berhaji atau
berumrah, semoga Allah membimbing mereka kepada jalan keikhlasan.
Kisah Lain Tentang Kedermawanannya:
Di antara kisah kedermawanan Abdulllah bin al-Mubarak, adalah sebuah
kisah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Isa. Ia berkata, bahwa Ibnul
Mubarak sering pergi bolak-balik ke kota Thursus.
Biasanya, ia tinggal
di Roqqah (sebuah kota di Syiria), di daerah Khan pemukiman para
saudagar, di sana ada seorang pemuda yang biasanya datang untuk membantu
memenuhi kebutuhannya dan mendengarkan hadis darinya.
Pada suatu saat Abdullah bin al-Mubarak datang ke sana dan tidak
menjumpai pemuda itu, maka ia pun keluar terburu-buru mengikuti
rombongan untuk Jihad.
Tatkala kembali dari medan perang ia bertanya
tentang pemuda tersebut, ia mendapat info bahwa pemuda itu dipenjara
karena tanggungan utang sebesar 10 ribu Dirham(Sebagai perbandingan: harga seekor kambing pada masa itu adalah 5 Dirham)
.
Lalu Abdullah mencari tahu tentang orang yang dihutangi itu, dan ia
pun melunasi utang pemuda itu, ia meminta agar orang tersebut tidak
memberitahukan kepada satu orang pun tentang apa yang diperbuatnya
selama dia masih hidup.
Pemuda itu pun dikeluarkan dari penjara, dan Abdulllah Ibnul Mubarak
telah pergi meninggalkan Raqqah di malam hari, setelah berjalan beberapa
saat, ternyata pemuda itu mengejarnya dan menjumpainya, maka Ibnul
Mubarak berkata kepadanya:
Wahai pemuda kemana saja kamu tidak kelihatan?,
‘Wahai Abu Abdirrahman, aku dipenjara karena beban utang’,
Ibnul Mubarak kembali bertanya: Bagaimana kamu bisa bebas?
Pemuda itu menjawab, “Ada seorang lelaki yang melunasi hutangku, dan aku pun tidak mengenalnya’.
Abdullah berkata kepadanya; “Pujilah Allah” dan pemuda itu tidak mengetahui siapakah yang sebenarnya telah melunasi utangnya.
Betapa gigihnya usahanya dalam rangka menjaga keikhlasan sampa ia
sembunyikan amal baiknya itu. Hal ini mengingatkan kita pada sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tujuh golongan yang kelak akan mendapatkan naungan di hari kiamat, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah ‘Azza wa Jalla.
Salah satunya adalah seorang yang bersedekah dan menyembunyikan
sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahnya oleh tangan kanannya. Semoga Abdullah bin al-Mubarak
al-Marwazi mendapatkan apa yang ia inginkan.
Abdullah bin al-Mubarak telah dapat menselaraskan antara perniagaan
dan keilmuannya, suatu hari ia ditegur oleh Fuhdhail bin ‘Iyad, katanya
“Kamu menyuruh orang untuk zuhud, dan mencukupkan diri dengan yang
sedikit tanpa berlebih-lebihan, namun kami melihat kamu mendatangkan
barang-barang dagangan, bagaimana ini???
Maka dijawab oleh Ibnul Mubarak, “Wahai Abu Ali, aku berbuat ini demi
untuk menjaga wajahku dan menghargai kehormatan diri, serta
menjadikannya sarana ketaatan kepada Rabbi”. Maka Fudhail berkata
kepadanya: “Betapa indahnya hal ini, apabila itu terlaksana”.
Harta adalah perhisaan dunia dan juga sarana untuk berbuat baik,
asalkan seseorang kuat imannya serta tidak mudah tergoda dengan gemerlap
dunia yang sering membuat seorang hamba lupa dengan kewajiban dan
tugas-tugasnya sebagai hamba Allah.
Keberanian dan Perjuangannya
Al Imam Abdullah bin al-Mubarak bukan hanya sekedar ulama Islam
terkenal, dan seorang saudagar kaya yang dermawan, di balik itu semua ia
adalah seorang jawara dan pendekar Islam yang berjuang untuk menegakkan
kalimat Allah Subhanu wa Ta’ala.
Abu Hatim ar-Razi berkata bahwa Sulaiman al-Marwazi telah mengabarkan
kepada kami, dia berkata: “Pada suatu saat kami bersama batalyon
Abdullah bin al-Mubarak sedang bergerak di dalam negeri Romawi, maka
tanpa sengaja kami bertemu dengan musuh, dan tatkala kedua barisan telah
berjumpa, seorang lelaki keluar dari barisan musuh, dan dia mengajak
perang tanding, maka keluarlah seorang lelaki dari kaum muslimin, dan
orang Roma itu berhasil membunuhnya.
Kemudian keluar orang lain dari barisan kaum muslimin dan dibunuhnya
pula, kemudian keluar orang lain dan dibunuhnya juga, kemudian dia
menantang lagi untuk perang tanding, kemudian seorang lelaki datang dan
mengejarnya sesaat kemudian menusuknya hingga ia mati. Maka orang-orang
berebut mengerumuninya, maka aku memandang kepadanya, ternyata dia
adalah Abdullah bin al-Mubarak, dia menutupi wajahnya dengan lengan
bajunya, maka aku menarik ujung lengan bajunya, dan benar dia adalah
Abdullah bin al-Mubarak”.
Allahu Akbar, memang benar Abdullah adalah salah satu pejuang Islam yang pemberani dan handal dalam berperang.
Dalam kisah kepahlawanan yang lain, Abdullah bin Sinan berkata:
“Suatu waktu aku bersama Abdullah bin al-Mubarak dan Mu’tamir bin
Sulaiman di Thursus, tiba-tiba ada seruan untuk perang, maka Abdullah
bin al-Mubarak pergi bersama orang-orang menjawab seruan jihad itu.
Tatkala dua kelompok pasukan bertemu dan merapikan barisannya
masing-masing, tiba-tiba keluarlah salah satu orang jagoan Romawi dari
barisan mereka, dan dia menantang perang tanding, maka seorang dari
kaum muslimin keluar menghadapinya, maka jagoan Roma itu menyerangnya
dengan dahsyat dan berhasil membunuhnya, sehingga terbunuhlah dalam
perang tanding itu 6 orang dari barisan kaum muslimin.
Hal itu membuatnya angkuh dan congkak, ia menantang untuk perang
tanding lagi, dan tidak ada satu orang pun yang berani keluar, maka
ketika itu Abdullah bin al-Mubarak menoleh kepadaku, seraya berkata,
“Wahai Fulan, apabila aku terbunuh, maka lakukanlan hal ini dan hal
itu.” (Ibnul Mubarak berwasiat kepadaku), kemudian dia menggerakkan
kudanya dan maju ke depan menjawab tantangan orang Roma itu, maka
terjadilah saling serang beberapa saat, dan akhirnya Roma itu terbunuh.
Kemudian keluar orang Roma lain dan dibunuhnya pula, sehingga dia
membunuh 6 orang dari tentara Roma, dan diapun menantang untuk perang
tanding. Namun pasukan-pasukan Roma ciut nyalinya, maka dia pun
menggerakkan kudanya dan menghilang di dalam barisan, seakan-akan kita
tidak merasakan sesuatu apapun,. Dan tiba-tiba Abdullah bin al-Mubarak
telah berada di tempat tadi dia berada, di sebelahku, maka ia berkata,
‘Wahai Abdullah andaikata kamu mencerikatan hal ini tatakala aku hidup,
maka aku akan berbuat ini dan itu’, ia menyebutkan kata-kata ancaman”.
Lihatlah bagaimana Abdullah berjuang di jalan Allah hanya mengharap
ridhanya dan ia pun tidak ingin orang lain mengetahui apa yang telah ia
lakukan, demi menjaga keikhlasan agar jangan sampai kebaikan itu
dirampok iblis karena tercampuri riya’.
Indahnya Metode Dakwahnya
Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas seorang muslim, namun tidak
semua orang bisa melaksanakan tugas ini dengan baik karena tidak
mengetahui metode yang pas dalam kondisi yang berbeda-beda, tengoklah
Ibnul Mubarak.
Pernah pada suatu hari ada seorang yang bersin di hadapannya, dan
orang itu tidak mengucapkan alhamudulillah, maka Ibnul Mubarak berkata
kepadanya, “Apakah yang seharusnya dikatakan oleh seseorang bila
bersin?”, Orang itu berkata: “Alhamdulillah”, maka Ibnul Mubarak
menyahut: “Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu)”. Ibnul Mubarak
tidak mencela atau menghardiknya melainkan mengingatkannya dengan sunah
dan dengan cara melemparkan sebuah pertanyaan.
Penampilan yang Sederhana
Walau memiliki harta yang berlimpah dan ilmu yang meruah ia tetap
berpenampilan sederhana, namun manusia dapat mengukurnya dari
gerak-gerik dan cara berbicaranya yang penuh sopan santun.
Diceritakan bahwa Abdullah bin al-Mubarak mendatangi Hammad bin Zaid
salah seorang gurunya, di awal perjumpaan, Hammad takjub dengan sopan
santun Ibnul Mubarak, maka ia bertanya kepadanya, “Dari mana Kamu?
‘Dari penduduk Khurasan, dari kota Merv’, jawab Ibnul Mubarak.
‘Apakah kamu kenal dengan satu orang yang bernama Abdullah bin al-Mubarak?’ tanya Hammad.
‘Iya’, jawabnya. ‘Bagaimana dia, apa yang dia perbuat?’
‘Dialah yang sedang berbicara denganmu’, mendengar itu maka Hammad menyalaminya dan menyambutnya dengan hangat.
Kematian Tidak Pandang Bulu
Setelah hidup kurang lebih 63 tahun, akhirnya Ibnul Mubarak menjumpai ajalnya.
Dan sebelum wafat, dikala ia menanti dan dalam sekarat, Abdullah bin
al-Mubarak tetap berusaha untuk beramar ma’ruf. Abdullah al-’Ajli
berkata, “Ketika ajal menjeput Ibnul Mubarak, ada seseorang yang
mentalkinnya, dia berkata; ‘katakanlah laa ilaha illallah’. Orang itu mengulang perkataan itu berulang kali.
Maka Abdullah bin
al-Mubarak berkata kepadanya, “Kamu tidak pandai melakukannya, aku
khawatir kamu akan menyakiti orang Islam lain setelah aku, apabila kamu
mentalkinku, dan aku telah mengatakan laa ilaha illahllah, maka
biarkanlah aku, dan apabila aku mengeluarkan kata-kata lain, maka
talkini aku lagi, sehingga ia menjadi akhir dari ucapanku”.
Ia wafat pada tahun 181 H. pemimpin umat Islam pada saat itu Khalifah
Harun al-Rasyid ketika mendengar berita duka wafatnya Ibnul Mubarak ia
berkata “Telah wafat penghulunya para ulama”.
Semoga kita bisa bercermin kepadanya, salah seorang pewaris nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggalkan cermin elok dan tidak pudar.
NB: Di sadur dari kitab Siyar A’lam an Nubala, Dzahabi 8/379-422.
Oleh: Syafiq Riza Hasan Basalamah MA
No comments:
Post a Comment