Thursday, October 24, 2013

Mencari Cermin yang Pudar (bag. 2- Selesai)

kisah teladan

Pandangannya yang Visioner

Kredibilitas ilmu yang didapatnya membuatnya selalu mengingat akhirat, dan kiranya itulah salah satu tanda-tanda ilmu yang bermanfaat, di mana pemiliknya akan selalu mendekatkan diri kepada sang Khaliq.

Suwaid bin Said berkata, bahwa aku melihat Abdullah bin al-Mubarak di Kota Mekah, dia mendatangi sumur Zam-zam dan dia pun mengambil segelas air, kemudian ia mengahadap ke Ka’bah dan berkata,

 

اللَّهُمَّ إِنَّ ابْنَ أَبِي المَوَّالِ حَدَّثَنَا، عَنْ مُحَمَّدِ بنِ المُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ: عَنِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَنَّهُ قَالَ: (مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ) وَهَذَا أَشرَبُهُ لِعَطَشِ القِيَامَةِ، ثُمَّ شَرِبَهُ

 

“Ya Allah, sesungguhnya Ibnu Abil Mawal (yakni Ibnul Mu-ammal) meriwayatkan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Munkadir meriwayatkan kepada kami, dari Jabir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bersabda:

 

Air Zam-Zam itu sesuai dengan niat meminumnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani, al-Irwa’ no: 1123) dan sesungguhnya aku meminumnya untuk kehausan di hari ،Kiamat”, kemudian ia meminumnya.

 

Subhanallah, renungkanlah dikala orang-orang meneguk air zam-zam dengan niat kesehatan dan kesembuhan, Ibnul Mubarak meminumnya demi untuk menghilangkan kehausannya kelak di hari kiamat, yang ia yakin akan mengahadapinya, di mana semua orang keluar dari kuburnya dalam keadaan haus, berkumpul di padang Mahsyar, semoga Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya.

Hartawan yang Dermawan

Ibnul Mubarak telah mewarisi harta yang banyak dari orang tuanya, kemudian mengembangkannya dalam perniagaan sehingga ia menjadi konglomerat yang hebat,  disebutkan bahwa modal perniagaannya adalah 400 ribu Dirham. Harga seekor kambing pada masa itu sekitar 5 dirham, hitunglah berapa kekayaaan yang ia warisi dari ayahnya???

 

Harta kekayaannya dibelanjakan untuk menuntut ilmu, menyantuni ulama, membatu fakir miskin dan berperang di jalan Allah, ia berniaga bukan untuk memperkaya diri, ia pernah berkata kepada Fudhail bin ‘Iyadh, “Andaikata bukan karena kamu dan teman-temanmu (maksudnya adalah para ulama) niscaya aku tidak akan berniaga”.

 

Salah seorang ulama yang datang setelah Ibnul Mubarak bertanya kepada Isa bin Yunus yang hidup semasa dengan Abdullah bin al-Mubarak, apakah yang menjadikan Ibnul Mubarak lebih utama daripada kalian, padahal dia tidaklah lebih tua umurnya dari kalian, maka Isa bin Yunus berkata: “Hal itu dikarenakan kalau dia datang bersama budak-budaknya dari Khurasan membawa pakaian-pakaian yang baik-baik, ia menyambung tali persaudaran dengan para ulama dengan barang-barang tersebut, berbagi dengan mereka, sedangkan kami tidak mampu berbuat itu”.

 

Subahanallah, hal ini menunjukkan betapa mulianya niat ia berniaga dan berdagang, yakni  untuk mengangkat derajat para ulama agar mereka tidak dimanfaatkan oleh para penguasa dan orang-orang berduit. Menanggapi hal ini, Abbas ad-Dauri berkata “Tidaklah aku melihat seorang yang mengajarkan hadis lillahii Ta’ala kecuali 6 orang, di antaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak.

Menengok Derma Ia

Al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Ibnul Mubarak membantu kaum fakir miskin dalam setahun dengan uang sejumlah 100 ribu Dirham.

 

Harga 1 ekor kambing pada masa itu hanyalah 5 Dirham, bisa dibayangkan kalau harga kambing itu 1 juta, maka ia telah bersedekah kepada fakir miskin sebanyak 20 milyar rupiah dalam setahun, suatu jumlah yang fantastis, dari seorang ulama, belum lagi bantuan yang ia berikan kepada yang lainnya.

Bisa dibayangkan 20 milyar berderma dalam setahun.

Kisah Kedermawanannya:

Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata, Aku mendengar ayahku berkata: “Konon Ibnul Mubarak apabila musim Haji, beberapa saudaranya (seiman) dari penduduk Merv berkumpul kepadanya, mereka berkata, “Kami ingin berhaji bersamamu”, ia menjawab; “Kalau begitu, kumpulkanlah biaya haji kalian kepadaku”.

 

Setelah itu, Abdullah mengambil bekal mereka dan meletakkan di dalam sebuah peti dan menguncinya. Kemudian ia menyewakan kendaraan untuk mereka agar bisa pergi menuju Baghdad dari Merv.

 

Ia terus memberikan nafkah dan melayani mereka dengan makanan yang enak-enak dan berbagai macam kue, kemudian mempersiapkan mereka untuk pergi dari Baghdad dengan pakaian yang indah dan rapi menuju kota Madinah an-Nabawiah. Sesampainya di sana ia berkata kepada setiap orang dari rombongannya,

 

‘keluarga kalian berpesan apa dari Madinah?’

 

Mereka berkata ini dan itu, maka  ia pun berbelanja memenuhi keinginan mereka, kemudian berangkat ke kota Mekah. Sesampainya di sana, ia berkata kepada mereka semua tentang pesanan keluargarnya yang harus dibeli di Mekah, dan lagi-lagi ia berbelanja untuk mereka, kemudian ia tetap memberikan nafkah kepada mereka sampai kembali ke kampung halaman di Merv.

 

Tidak cukup disitu, Abdullah bin al-Mubarak merenovasi rumah-rumah mereka. Setelah tiga hari dari kedatangan, ia membuat walimah (syukuran ed.) mengundang rombongannya ini dan memberikan pakaian kepada mereka. Apabila mereka telah usai makan dan minum, Ibnul Mubarak meminta peti tempat menyimpan nafkah mereka, ia membukanya kemudian mengembalikan barang titipan tersebut kepada setiap orang yang memilikinya, di mana setiap kantong uang telah tertulis nama pemiliknya”.

 

Subnallah betapa mulia dan dermawannya Abdullah bin al-Mubarak, sangat sulit kita mendapati orang seperti ini, walaupun alhamdulillah kebaikan masih banyak, dan kita melihat beberapa konglomerat yang memberangkatkan pegawai-pegawainya untuk berhaji atau berumrah, semoga Allah membimbing mereka kepada jalan keikhlasan.

Kisah Lain Tentang Kedermawanannya:

Di antara kisah kedermawanan Abdulllah bin al-Mubarak, adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Isa. Ia berkata, bahwa Ibnul Mubarak sering pergi bolak-balik ke kota Thursus.

 

Biasanya, ia tinggal di Roqqah (sebuah kota di Syiria), di daerah Khan pemukiman para saudagar, di sana ada seorang pemuda yang biasanya datang untuk membantu memenuhi kebutuhannya dan mendengarkan hadis darinya.

 

Pada suatu saat Abdullah bin al-Mubarak datang ke sana dan tidak menjumpai pemuda itu, maka ia pun keluar terburu-buru mengikuti rombongan untuk Jihad.

 

Tatkala kembali dari medan perang ia bertanya tentang pemuda tersebut, ia mendapat info bahwa pemuda itu dipenjara karena tanggungan utang sebesar 10 ribu Dirham(Sebagai perbandingan: harga seekor kambing pada masa itu adalah 5 Dirham) .

 

Lalu Abdullah mencari tahu tentang orang yang dihutangi itu, dan ia pun melunasi utang pemuda itu, ia meminta agar orang tersebut tidak memberitahukan kepada satu orang pun tentang apa yang diperbuatnya selama dia masih hidup.

 

Pemuda itu pun dikeluarkan dari penjara, dan Abdulllah Ibnul Mubarak telah pergi meninggalkan Raqqah di malam hari, setelah berjalan beberapa saat, ternyata pemuda itu mengejarnya dan menjumpainya, maka Ibnul Mubarak berkata kepadanya:

 

Wahai pemuda kemana saja kamu tidak kelihatan?,

 

‘Wahai Abu Abdirrahman, aku dipenjara karena beban utang’,

 

Ibnul Mubarak kembali bertanya: Bagaimana kamu bisa bebas?

 

Pemuda itu menjawab, “Ada seorang lelaki yang melunasi hutangku, dan aku pun tidak mengenalnya’.

Abdullah berkata kepadanya; “Pujilah Allah” dan pemuda itu tidak mengetahui siapakah yang sebenarnya telah melunasi utangnya.

 

Betapa gigihnya usahanya dalam rangka menjaga keikhlasan sampa ia sembunyikan amal baiknya itu. Hal ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tujuh golongan yang kelak akan mendapatkan naungan di hari kiamat, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah ‘Azza wa Jalla.

 

Salah satunya adalah seorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahnya oleh tangan kanannya. Semoga Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi mendapatkan apa yang ia inginkan.

 

Abdullah bin al-Mubarak telah dapat menselaraskan antara perniagaan dan keilmuannya, suatu hari ia ditegur oleh Fuhdhail bin ‘Iyad, katanya “Kamu menyuruh orang untuk zuhud, dan mencukupkan diri dengan yang sedikit tanpa berlebih-lebihan, namun kami melihat kamu mendatangkan barang-barang dagangan, bagaimana ini???

 

Maka dijawab oleh Ibnul Mubarak, “Wahai Abu Ali, aku berbuat ini demi untuk menjaga wajahku dan menghargai kehormatan diri, serta menjadikannya sarana ketaatan kepada Rabbi”. Maka Fudhail berkata kepadanya: “Betapa indahnya hal ini, apabila itu terlaksana”.

 

Harta adalah perhisaan dunia dan juga sarana untuk berbuat baik, asalkan seseorang kuat imannya serta tidak mudah tergoda dengan gemerlap dunia yang sering membuat seorang hamba lupa dengan kewajiban dan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah.

Keberanian dan Perjuangannya

Al Imam Abdullah bin al-Mubarak bukan hanya sekedar ulama Islam terkenal, dan seorang saudagar kaya yang dermawan, di balik itu semua ia adalah seorang jawara dan pendekar Islam yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah Subhanu wa Ta’ala.

 

Abu Hatim ar-Razi berkata bahwa Sulaiman al-Marwazi telah mengabarkan kepada kami, dia berkata: “Pada suatu saat kami bersama batalyon Abdullah bin al-Mubarak sedang bergerak di dalam negeri Romawi, maka tanpa sengaja kami bertemu dengan musuh, dan tatkala kedua barisan telah berjumpa, seorang lelaki keluar dari barisan musuh, dan dia mengajak perang tanding, maka keluarlah seorang lelaki dari kaum muslimin, dan orang Roma itu berhasil membunuhnya.

 

Kemudian keluar orang lain dari barisan kaum muslimin dan dibunuhnya pula, kemudian keluar orang lain dan dibunuhnya juga, kemudian dia menantang lagi untuk perang tanding, kemudian seorang lelaki datang dan mengejarnya sesaat kemudian menusuknya hingga ia mati. Maka orang-orang berebut mengerumuninya, maka aku memandang kepadanya, ternyata dia adalah Abdullah bin al-Mubarak, dia menutupi wajahnya dengan lengan bajunya, maka aku menarik ujung lengan bajunya, dan benar dia adalah Abdullah bin al-Mubarak”.

 

Allahu Akbar, memang benar Abdullah adalah salah satu pejuang Islam yang pemberani dan handal dalam berperang.

 

Dalam kisah kepahlawanan yang lain, Abdullah bin Sinan berkata: “Suatu waktu aku bersama Abdullah bin al-Mubarak dan Mu’tamir bin Sulaiman di Thursus, tiba-tiba ada seruan untuk perang, maka Abdullah bin al-Mubarak pergi bersama orang-orang menjawab seruan jihad itu.

 

Tatkala dua kelompok pasukan bertemu dan merapikan barisannya masing-masing, tiba-tiba keluarlah salah satu orang jagoan Romawi dari barisan mereka, dan dia menantang perang tanding, maka  seorang dari kaum muslimin keluar menghadapinya, maka jagoan Roma itu menyerangnya dengan dahsyat dan berhasil membunuhnya, sehingga terbunuhlah dalam perang tanding itu 6 orang dari barisan kaum muslimin.

 

Hal itu membuatnya angkuh dan congkak, ia menantang untuk perang tanding lagi, dan tidak ada satu orang pun yang berani keluar, maka ketika itu Abdullah bin al-Mubarak menoleh kepadaku, seraya berkata, “Wahai Fulan, apabila aku terbunuh, maka lakukanlan hal ini dan hal itu.” (Ibnul Mubarak berwasiat kepadaku), kemudian dia menggerakkan kudanya dan maju ke depan menjawab tantangan orang Roma itu, maka terjadilah saling serang beberapa saat, dan akhirnya Roma itu terbunuh.

 

Kemudian keluar orang Roma lain dan dibunuhnya pula, sehingga dia membunuh 6 orang dari tentara Roma, dan diapun menantang untuk perang tanding. Namun pasukan-pasukan Roma ciut nyalinya, maka dia pun menggerakkan kudanya dan  menghilang di dalam barisan, seakan-akan kita tidak merasakan sesuatu apapun,. Dan tiba-tiba Abdullah bin al-Mubarak telah berada di tempat tadi dia berada, di sebelahku, maka ia berkata, ‘Wahai Abdullah andaikata kamu mencerikatan hal ini tatakala aku hidup, maka aku akan berbuat ini dan itu’, ia menyebutkan kata-kata ancaman”.

 

Lihatlah bagaimana Abdullah berjuang di jalan Allah hanya mengharap ridhanya dan ia pun tidak ingin orang lain mengetahui apa yang telah ia lakukan, demi menjaga keikhlasan agar jangan sampai kebaikan itu dirampok iblis karena tercampuri riya’.

 

Indahnya Metode Dakwahnya

 

Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas seorang muslim, namun tidak semua orang bisa melaksanakan tugas ini dengan baik karena tidak mengetahui metode yang pas dalam kondisi yang berbeda-beda, tengoklah Ibnul Mubarak.

 

Pernah pada suatu hari ada seorang yang bersin di hadapannya, dan orang itu tidak mengucapkan alhamudulillah, maka Ibnul Mubarak berkata kepadanya, “Apakah yang seharusnya dikatakan oleh seseorang bila bersin?”, Orang itu berkata: “Alhamdulillah”, maka Ibnul Mubarak menyahut: “Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu)”. Ibnul Mubarak tidak mencela atau menghardiknya melainkan mengingatkannya dengan sunah dan dengan cara melemparkan sebuah pertanyaan.

Penampilan yang Sederhana

Walau memiliki harta yang berlimpah dan ilmu yang meruah ia tetap berpenampilan sederhana, namun manusia dapat mengukurnya dari gerak-gerik dan cara berbicaranya yang penuh sopan santun.

 

Diceritakan bahwa Abdullah bin al-Mubarak mendatangi Hammad bin Zaid salah seorang gurunya, di awal perjumpaan, Hammad takjub dengan sopan santun Ibnul Mubarak, maka ia bertanya kepadanya, “Dari mana Kamu?

 

‘Dari penduduk Khurasan, dari kota Merv’, jawab Ibnul Mubarak.

 

‘Apakah kamu kenal dengan satu orang yang bernama Abdullah bin al-Mubarak?’ tanya Hammad.

 

‘Iya’, jawabnya. ‘Bagaimana dia, apa yang dia perbuat?’

 

‘Dialah yang sedang berbicara denganmu’, mendengar itu maka Hammad menyalaminya dan menyambutnya dengan hangat.

Kematian Tidak Pandang Bulu

Setelah hidup kurang lebih 63 tahun, akhirnya Ibnul Mubarak menjumpai ajalnya.

 

Dan sebelum wafat, dikala ia menanti dan dalam sekarat, Abdullah bin al-Mubarak tetap berusaha untuk beramar ma’ruf. Abdullah al-’Ajli berkata, “Ketika ajal menjeput Ibnul Mubarak, ada seseorang yang mentalkinnya, dia berkata; ‘katakanlah laa ilaha illallah’. Orang itu mengulang perkataan itu berulang kali.

 

Maka Abdullah bin al-Mubarak berkata kepadanya, “Kamu tidak pandai melakukannya, aku khawatir kamu akan menyakiti orang Islam lain setelah aku, apabila kamu mentalkinku, dan aku telah mengatakan laa ilaha illahllah, maka biarkanlah aku, dan apabila aku mengeluarkan kata-kata lain, maka talkini aku lagi, sehingga ia menjadi akhir dari ucapanku”.

 

Ia wafat pada tahun 181 H. pemimpin umat Islam pada saat itu Khalifah Harun al-Rasyid ketika mendengar berita duka wafatnya Ibnul Mubarak ia berkata “Telah wafat penghulunya para ulama”.

 

Semoga kita bisa bercermin kepadanya, salah seorang pewaris nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggalkan cermin elok dan tidak pudar.

 

Kisah sebelumnya: Mencari Cermin yang Pudar (bag. 1)

 

NB: Di sadur dari kitab Siyar A’lam an Nubala, Dzahabi 8/379-422.

 

Oleh: Syafiq Riza Hasan Basalamah MA

No comments:

Post a Comment