Kedermawanan Di tengah Kemiskinan
Al-Mas’udi dalam kitab Murujuzd Dzahab VII:73-75, dan Al-Qadhi Iyadh dalam Tartibul Madarik III:
212-213, menuturkan tentang biografi pakar peperangan dan sirah,
Muhammad bin Umar Al-Waqidi (wafat tahun 207 H), bahwa Muhammad bin Sa’d
telah berkata, ”Al-Waqidi pernah melihatku sedang gundah. Ia berkata
kepadaku, ’Jangan gundah, karena rezeki datang dari arah yang tidak terduga.’
Suatu hari aku mengalami kesulitan sampai aku harus menjual kudaku.
Yahya bin Khalid menungguku dalam waktu yang lama. Aku pun meminta maaf
kepadanya, hingga akhirnya ia memahami kondisiku. Ia memberiku uang 500
dinar, lalu aku membawanya pulang ke rumah. Dalam benakku uang itu akan
aku gunakan untuk membayar hutang dan memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun, tiba-tiba pintu rumahku diketuk oleh seorang laki-laki dari
Madinah yang telah dirampok hartanya. Ia adalah keturunan Abu Bakar
Ash-Shidiq radhiallahu ‘anhu. Ia mengeluhkan keadaannya kepadaku. Maka, aku memberikan sisa uang itu kepadanya dan aku gagal untuk membeli kuda baru.
Yahya bin Khalid menungguku, maka aku beritahukan kepadanya apa yang telah terjadi. Maka, ia mendatangi laki-laki keturunan Abu Bakar tadi dan menanyainya. Laki-laki itu menjawab, ‘Benar, aku telah menerima dinar-dinar itu darinya, namun ketika aku sampai di rumah, datanglah fulan keturunan Anshar. Ia mengadukan keadaannya kepadaku, maka aku pun memberikan dinar-dinar itu kepadanya.’
Yahya bin Khalid menungguku, maka aku beritahukan kepadanya apa yang telah terjadi. Maka, ia mendatangi laki-laki keturunan Abu Bakar tadi dan menanyainya. Laki-laki itu menjawab, ‘Benar, aku telah menerima dinar-dinar itu darinya, namun ketika aku sampai di rumah, datanglah fulan keturunan Anshar. Ia mengadukan keadaannya kepadaku, maka aku pun memberikan dinar-dinar itu kepadanya.’
Yahya mendatangi keturunan Anshar itu. Ia bertanya kepadanya, apakah
laki-laki keturunan Abu Bakar itu telah memberinya uang ? Laki-laki itu
pun menceritakan kejadian yang sebenarnya, dan Yahya bin Khalid takjub
dengan kedermawanan kami.
Lalu. Yahya memberiku seribu dinar lagi, juga kepada laki-laki
keturunan Abu Bakar dan keturunan Anshar itu dalam jumlah yang sama. Di
tambah lima ratus untuk istriku, karena kesedihannya saat aku memberikan
dinar-dinar itu kepada lai-laki keturunan Abu Bakar.”
Al-Waqidi menuturkan, “Aku memiliki dua teman, salah seorang dari
keduanya adalah Al-Hasyimi. Kami sangat akrab laksana satu jiwa. Suatu
saat aku ditimpa kesulitan yang amat sangat, padahal hari raya Ied sudah
dekat. Istriku berkata kepadaku, ‘Kita masih bisa bersabar
menghadapi kesulitan dan kesengsaraan ini,namun anak-anak kita, hatiku
merasa teriris karena kasihan kepada mereka. Mereka mellihat anak-anak
tetangga berhias dan berpakaian bagus di hari raya, sementara anak-anak
kita masih tetap dengan pakaian usang mereka. Sekiranya engkau bisa
mengusahakan sesuatu, sehingga kita bisa membelikan mereka pakaian yang
pantas.’
Maka, aku menulis surat kepada kawanku, Al-Hsyimi. Aku meminta
bantuannya. Ia pun mengirimkan kepadaku sebuah kantong bersegel. Ia
menyatakan bahwa isinya uang seribu dirham. Aku belum berbuat sesuatu
dengan uang itu, namun tiba-tiba kawanku yang lain menulis surat
kepadaku. Ia mengeluhkan kepadaku seperti yang pernah aku keluhkan, maka
kantong tersebut aku kirim kepadanya. Lalu, aku pergi ke masjid. Aku
bermalam disana, karena aku merasa tidak enak kepada istriku. Kemudian
aku pulang ke rumah. Saat aku masuk menemuinya, ia menganggap baik apa
yang telah aku lakukan, sehingga ia tidak menyalahkanku.
Ketika dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba datanglah temanku,
Al-Hasyimi, dengan membawa kantong tersebut seperti sedia kala. Ia
berkata kepadaku, “Katakanlah kepadaku dengan jujur, apa yang engkau lakukan terhadap uang yang telah aku kirim kepadamu?” Maka, aku pun menceritakan apa yang telah terjadi.
Ia berkata, “Engkau mengirim surat kepadaku meminta bantuanku.
Aku tidak mempunyai sesuatu pun, selain apa yang aku kirim kepadamu.
Dan, aku menulis surat kepada teman kita untuk meminta bantuan, maka ia
pun mengirimkan kantongku ini masih dengan segelnya.”
Al-Waqidi berkata, “ Maka, kami memakai seribu dirham itu secara
bersama-sama. Kami membaginya menjjadi tiga, setelah kami menyisihkan
seratus dirham untuk istriku. Berita ini sampai ke telinga Al-Makmun. Ia
memanggilku, lalu aku pun menjelaskan kejadian sebenarnya. Maka. Ia
member kami 7000 dinar. Masing-masing dari kami mendapat 2000 dinar, dan
1000 dinar untuk istriku.”
Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah, Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008
Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.
Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.
Artikel www.KisahMuslim.com
No comments:
Post a Comment