Friday, October 11, 2013

Kewajiban Terhadap Waktu

Wahai saudaraku,

Islam berbicara secara serius dalam hal yang melibatkan waktu kerana ia merupakan anugerah Allah SWT. sangat bernilai, terbatas dalam rangka umur dunia, peluang yang diberikan hanya sekali, dan seringkali dikaitkan waktu dengan ajal. Hal ini kerana ramai di kalangan manusia yang mensia-siakan anugerah ini, tidak menghargainya dan membiarkannya terbuang dengan amalan yang tidak diredhoi Allah SWT.
نعمتان مغبون فيهما كثير من النلس : الصحة والفراغ
Ada dua ni’mat yang kebanyakan manusia tertipu dengannya: iaitu nikmat sehat dan waktu kosong.” (HR. Bukhori)
Waktu itu terbatas dan setiap perbuatan akan dihitung Allah SWT.
Sebenarnya Kami selalu mendengar, dan utusan-utusan Kami pun senantiasa mencatat di sisi mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 80)
Dan sesungguhnya, “Tiap-tiap umat itu ada ajalnya sendiri-sendiri” (QS. Al-A’raf: 34)
Dan jangan tunggu untuk menyesal di hari pengadilan setelah diberikan ruang dan peluang yang banyak untuk memanfaatkan waktu semasa di dunia. Begitulah khabar tentang penyesalan orang-orang kafir di akhirat nanti: ”(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ya Allah ya Rabbku: kembalikanlah aku ke dunia“. (QS. al-Mu’minun: 99)
Pada ayat berikutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan alasan kenapa mereka ingin kembali ke dunia: ”agar aku bisa beramal Shaleh untuk memperbaiki apa yang telah aku tinggalkan.” (QS. al-Mu’minun: 100)
Dr. Yusuf Qardhawi mengatakan tentang hubungan kehidupan dan waktu, “Waktu adalah hidup itu sendiri maka jangan sekali-kali engkau sia-siakan sedetik pun dari waktumu untuk hal-hal yang tidak berfaedah. Setiap orang akan mempertanggungjawabkan usianya yang tidak lain adalah rangkaian dari waktu. Sikap negatif terhadap waktu nescaya membawa kerugian, seperti gemar menangguhkan atau mengulur waktu, yang bererti menghilangkan kesempatan. Namun, kemudian ia mengkambinghitamkan waktu saat ia merugi, sehingga tidak punya kesempatan untuk memperbaiki kekeliruan.
Jika kita melihat mengenai kaitan waktu dan prestasi kerja, maka ada baiknya dikutip petikan surat Khalifah Umar bin Khatthab kepada Gubernur Abu Musa Al Asy’ari, sebagaimana dituturkan oleh Abu Ubaid, ”Amma ba’du. Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu terletak pada prestasi kerja. Oleh kerana itu, janganlah engkau tangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, kerana pekerjaanmu akan menumpuk, sehingga kamu tidak tahu lagi mana yang harus dikerjakan, dan akhirnya semua terbengkalai.”[i]
Ustaz Hassan al-Banna berpesan,
“Islam menjelaskan kepada kalian bahwa waktu kalian sangatlah terbatas. Ia merupakan anugerah daripada Allah SWT. yang diberikan kepada kalian. Maka kalian wajib untuk membekali diri dengan mengisi waktu, kerana dalam kehidupan ini, sesuatu yang paling mahal nilainya adalah waktu. Jika waktu telah berakhir, ia takkan dapat diganti. Bila sudah lepas, ia takkan kembali. Kerana itu, Abu Bakar ra. pernah berdoa,
Ya Allah, janganlah Engkau siksa kami secara tiba-tiba
Ustaz Hassan al-Banna seterusnya menjelaskan bahwa Allah SWT. memerintahkan kita untuk menggunakan waktu dalam empat (4) hal,
  1. Hal yang dapat menyelamatkan agama kita yakni berupa keta’tan kepada Allah SWT baik yang fardhu mahupun sunat
  2. Hal yang memberikan manfaat kita seperti mencari rezki yang halal
  3. Hal yang mendatangkan manfaat kepada orang lain
  4. Hal yang dapat memberi kita ganti atas sesuatu yang hilang dari kita, iaitu waktu istirehat kerana sesungguhnya badan mempunyai hak yang harus kita tunaikan. [ii]

Kewajipan Terhadap Pelajaran

Kewajipan terhadap pelajaran termasuk dalam kategori pertama (1) hingga ketiga (3) seperti yang dikatakan Ustaz Hassan al-Banna.
Belajar tentang agama adalah fardhu ‘ain, termasuk daripadanya adalah menghadiri program-program tarbiyah itu sendiri. Belajar ilmu sains juga termasuk dalam perkara fardhu ‘ain jika didapati keperluan dan penguasaan kaum Muslimin masih rendah di bidang tersebut. Begitu juga halnya dalam mencari sesuap nasi dan dana untuk program-program dakwah, ia memerlukan kepada ilmu.
Anas bin Malik ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW., bersabda,
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah).
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Barangsiapa berjalan dalam rangka menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim)
Allah SWT. akan mempertanggungjawabkan setiap potensi yang diberikan kepada kita di hari akhirat nanti dan dalam ini, potensi kita untuk belajar. Setiap kemahiran yang diberikan wajib diasah dan dikembangkan agar ianya dapat memberikan manfaat kepada orang lain.
Ini bermaksud menjadi kewajipan kepada kita untuk berusaha mempersiapkan segala tuntutan Islam dan Dakwah melalui penguasaan ilmu.
Imam Muslim dalam Shahihnya membawa sebuah atsar dari Yahya bin Abi Katsir,
لاَ يُسْتَطَاعُ العِلْمِ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ
Tidaklah diperolehi ilmu dengan jasad yang santai.”
Ya, belajar untuk berjaya wajib mengikut sunnatullah yang ada yakni berusaha sebaik mungkin. Dan pertolongan Allah SWT. akan datang terhadap orang-orang yang berusaha dan bertawakkal kepada-Nya. Ilmu itu tidak datang bergolek tanpa adanya perjuangan untuk mendapatkannya.
Firman Allah SWT.,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berusaha dengan bersungguh-sungguh kerana memenuhi kehendak agama kami, Sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami (yang menjadikan mereka bergembira serta beroleh keredaan); dan Sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah berserta orang-orang yang berusaha membaiki amalannya. (QS. al-Ankabut: 69)

Kewajipan Mempelajari Islam

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan dinar, tidak pula mewariskan dirham. Akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mendapatkannya maka dia telah mendapatkan bagian yang sangat mencukupi.” (HR. Abu Dawud)
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Barangsiapa yang Allah inginkan terhadapnya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia terhadap agamanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Jika para murabbi hanya menyarankan kepada anda untuk menyediakan beberapa minit sehari untuk belajar, menghadiri halaqah mingguan dan dauroh bulanan sekali untuk mendengar bahan-bahan kajian, Abu Ayyub Al-Anshari seorang sahabat Nabi SAW. sanggup melakukan perjalanan dari kota Madinah menuju Mesir untuk mendapatkan satu hadits yang belum dimilikinya daripada sahabat yang lain.
Begitu pula Nabiyullah Musa ‘alahissalam. Iaitu ketika beliau harus menempuh perjalanan yang jauh untuk menemui Nabiyullah Khidhir ‘alahissalam yang diberitakan oleh Allah SWT. bahwa beliau memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Nabi Musa ‘alahissalam. Allah SWT. berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” (Al-Kahfi: 60)
Allah SWT. kemudian menyebutkan ucapan Nabi Musa ‘alahissalam ketika telah bertemu dengannya di dalam firman-Nya:
Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (Al-Kahfi: 66)

Kita belajar untuk Ummat

Ketika ditanya kepada Dr. Yusuf Qardhawi apakah rahsia beliau boleh menguasai ilmu dan mengeluarkan pendapat-pendapat yang hebat, beliau menjawab bahwa selama ini dia tidak memperlajari sesuatu sekadar manfaat terhadap dirinya sendiri, tetapi untuk ummat.
Benar sekali kerana untuk memberikan sesuatu sumbangan yang manfaatnya besar dan bernilai, kita perlu menyiapkan segala persiapa yang baik sedangkan jika ianya sekadar untuk diri kita sendiri, cukuplah kita belajar sekadar hafalan di otak !
Kaedah ini ternyata bukan sahaja diguna-pakai oleh Dr. Yusuf Qardhawi, malah ianya merupakan rahsia kejayaan semua penyumbang yang hebat seantero dunia.
Ketika Bill Gates serius dalam mempromosikan Microsoft, beliau benar-benar berimpian agar manfaat daripada ciptaannya menembusi setiap rumah.
A Computer in every house
Qudwah Belajar Ustaz Hasan al-Banna ketika di Sekolah Rendah (Madrasah ar-Rasyad)
Madrasah ar-Rasyad adalah sekolah yang pertama dimasuki Ustaz Hasan al-Banna sekitar umurnya 8 tahun dan menjalaninya selama 4 tahun.
Beliau memetik pelajaran penting dari Ustaz Muhammad Zahran,
“Barangkali dari beliaulah, rahimahulla – seiring dengan eratnya hubungan emosional di antara kami – saya dapat memetik manfaat akan kegemaran menelaah dan membaca, kerana beliau sering meminta saya untuk menemanimya ke perpustakaan pribadinya yang berisi banyak karya tulis yang bermanfaat, untuk membacakan sejumlah kitab yang beliau perlukan. Selain itu, beliau juga sering didampingi sejumlah ulama lainnya untuk bersama-sama mengkaji, menelaah, dan berdikusi, sementara saya menyemak.”[iii]
Qudwah Belajar Ustaz Hasan al-Banna ketika di Sekolah Menengah
“Belum selang seminggu si anak pun (Hasan al-Banna) sudah menjadi siswa Madrasah I’dadiyah. Dengan demikian, dia harus membahagi waktunya untuk pelajaran sekolah pada waktu siang dan aktiviti lainnya setelah pulang dari sekolah hingga tiba waktu Solat Isya’. Setelah itu, dia pun harus mengulang kembali pelajaran sekolah hingga tida waktu tidur. Ia mengambil waktu untuk menghafal Al-Quran setelah solat Subuh sampau menjelang pergi ke madrasah.”[iv]

No comments:

Post a Comment