Kelaparan Abu Bakar Muhammad Al-Bazzaz yang Dibalas dengan Kemakmuran Harta
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali radhiallahu ‘anhu berkata dalam kitab nya Dzailu Thabaqatil Hanabilah, I
:196, tentang biografi Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi
Al-BaghdadiAl-Bazzaz Al-Anshari (wafat tahun 535 H. di Baghdad), “Syaikh
Shalih Abul Qasim Al-Khazzaz Al-Baghdadi menuturkan,”Aku mendengar
Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzaz
Al-Anshari bercerita, ’Aku pernah tinggal di Mekah-semoga Allah
menjaganya-. Pada suatu hari, aku ditimpa kelaparan yang sangat. Aku
tidak memiliki apapun untuk melawan rasa lapar. Aku menemukan sebuah
kantong sutra yang terikat dengan tali dari kain sutra pula. Aku
mengambilnya dan membawanya pulang ke rumah. Aku membukanya dan ternyata
isinya adalah sebuah kalung mutiara yang belum pernah aku lihat
sebelumnya.
Aku keluar, dan mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung itu. Ia membawa kantong berisi uang 500 dinar. Ia berkata, ”Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan kantongku yang berisi mutiara.” Aku membatin, ‘Aku sedang butuh dan lapar. Aku akan mengambil dinar tersebut dan memanfaatkannya. Aku akan mengembalikan kantong berisi mutiara ini kepadanya.’
Aku keluar, dan mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung itu. Ia membawa kantong berisi uang 500 dinar. Ia berkata, ”Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan kantongku yang berisi mutiara.” Aku membatin, ‘Aku sedang butuh dan lapar. Aku akan mengambil dinar tersebut dan memanfaatkannya. Aku akan mengembalikan kantong berisi mutiara ini kepadanya.’
Aku berkata kepadanya, ’Kemarilah bersamaku.’ Aku membawanya ke
rumahku. Ia menyampaikan kepadaku ciri-ciri kantong itu, tali
pengikatnya, dan mutiara yang berada di dalamnya. Maka, aku mengeluarkan
kantong itu dan mengembalikan kepadanya. Ia menyerahkan 500 dinar
kepadaku, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku berkata, ‘Aku harus
mengembalikannya kepadamu, dan tidak akan mengambil upah.’ Ia berkata
kepadaku, ”Kamu harus menerimanya.” Ia terus mendesakku, tetapi aku
tetap menolaknya. Maka, iapun meninggalkanku dan pergi.
Selanjutnya, aku pergi meninggalkan kota Mekah. Aku mengarungi
lautan. Tiba-tiba, perahu kami pecah, dan para penumpangnya tenggelam.
Harta mereka musnah. Aku selamat dengan berpegangan pada pecahan kayu
perahu tersebut. Aku terombang-ambing di lautan untuk beberapa waktu,
tanpa tahu kemana air akan membawaku. Aku terdampar di sebuah pulau yang
ada penduduknya. Aku singgah di sebuah masjid. Orang-orang mendengarku
membaca Al-Qur’an. Semua orang yang tinggal di pulau tersebut
mendatangiku dan berkata, “ Ajarilah aku membaca Al-Qur’an.” Maka, aku
pun mendapatkan banyak harta dari mereka.
Di masjid itu aku melihat beberapa lembar kertas mushaf.
Aku pun
mengambil dan membacanya. Orang-orang bertanya kepadaku, ”Anda bisa
menulis?” ‘Ya,’ jawabku. Mereka berkata, “Ajarilah kami menulis.” Maka,
mereka datang membawa anak-anak mereka, baik yang masih kecil maupun
para pemudanya. Aku pun mengajari mereka, dan aku mendapatkan imbalan
harta yang berlimpah. Setelah itu, mereka berkata kepadaku, “Disini ada
seorang anak perempuan yatim. Ia memiliki banyak harta, dan kami ingin
Anda menikahinya.” Aku menolak, namun mereka berkata,”Ini harus!” Mereka
terus memaksaku, dan akhirnya akupun mengiyakannya.
Ketika mereka membawanya kepadaku, mataku terbelalak melihatnya. Aku
melihat sebuah kalung tergantung di lehernya. Aku terpaku memandanginya.
Mereka berkata, ”Wahai Syaikh, Anda telah mematahkan hati wanita yatim
ini dengan pandanganmu kepada kalung itu. Mengapa Anda memandangnya
seperti itu?” Aku pun menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah
kutemukan dulu kepada mereka. Mereka terperanjat, sembari mengucapkan
takbir dan tahlil, hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau. Aku
bertanya ‘Ada apa dengan kalian?’ Mereka menjawab, “Syaikh, yang
memiliki kalung itu adalah ayah wanita ini. Ia pernah mengatakan, “Aku
belum pernah menemukan seorang muslim sejati di dunia ini, selain orang
yang telah mengembalikan kalungku ini kepadaku.” Lalu, ia berdoa, ”Ya
allah, kumpulkanlah ia denganku, sehingga aku dapat menikahkannya dengan
putriku.” Dan sekarang hal itu telah tewujud.
Aku tinggal di pulau itu, dan aku dikaruniai dua orang anak. Setelah
wanita itu wafat, aku mewarisi kalung tersebut bersama kedua anakku.
Lalu, kedua anakku pun wafat, sehingga kalung itu menjadi milikku. Aku
menjualnya seharga 100.000 dinar. Harta yang kalian lihat bersamaku ini
adalah sisa-sisa dari harta tersebut.”
Sumber: Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah, Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008
Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.
Judul asli: Shafahat min Shabril ‘Ulama’, Syaikh Abdul Fatah, Maktab Al-Mathbu’at Al-Islamiyyah cet. 1394 H./1974 M.
Artikel www.KisahMuslim.com
No comments:
Post a Comment