Wednesday, October 30, 2013

Allah berseru pada hamba-Nya,


أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله


INGAT ungkapan Imam An-Nifari berikut ini ?


“Siapa yang beramal demi pahala, niscaya akan letih dengan harapan. Siapa yang beramal karena takut siksa, niscaya akan letih dengan prasangka baik. Siapa yang beramal demi Wajah-Nya, niscaya tiada letih baginya.”


(Imam An-Nifari)


Beramal demi ‘wajah-Nya’. Sebenarnya ‘beramal demi wajah-Nya’ cukup jelas ayatnya di Qur’an. Ungkapan sufi besar tersebut kongruen dengan, salah satunya, ayat berikut—yang sayangnya tersamar oleh interpretasi bahasa Indonesianya


Kalau kita perhatikan Al-Quran Surat Al-Lail [92] : 20, biasanya interpretasi bahasa Indonesianya dituliskan sebagai berikut:


“Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.”


Sementara kalau kita perhatikan teks arabnya,


Q.S. 92 : 20


“Illabtighaa’a wajhi rabbihil a’la”


Ada kata ‘wajhi Rabbihi’ (wajah Rabb-nya) di ayat tersebut. Terjemahan literalnya, tanpa interpretasi, sebenarnya adalah,


“Kecuali yang mengharap wajah Rabb-nya yang Mahatinggi.”


“Ibtigha” adalah ‘mengharap’, ‘mengejar’, ‘menghasratkan’, ‘menginginkan’ atau ‘mencari’.


“Mengharap/mencari wajah Rabb-nya”.


Menarik ya?


Dan ayat itu disambung dengan, Q.S. 92 : 21


“(Dan) sungguh, akan meraih keridhaan”


(interpretasi Depag: ‘dan kelak dia sungguh-sungguh akan meraih kepuasan‘) .


” Siapa itu, mereka yang ‘mengejar/mencari wajah Rabb-nya’ itu? Kita sama-sama buka Qur’an surah 92 saja, lah ya?


Masuklah Pada-Ku Seorang Diri



Allah berseru pada hamba-Nya, “Hendaklah engkau bekerja tanpa melihat pekerjaan itu!


Hendaklah engkau bersedekah tanpa memandang sedekah itu!


Engkau melihat kepada amal perbuatanmu, walau baik sekalipun, tak layak bagi-Ku untuk memandangnya. Maka janganlah engkau masuk kepada-Ku besertanya!


Sesungguhnya, jika engkau mendatangi-Ku berbekal amal perbuatanmu, maka akan Aku sambut dengan penagihan dan perhitungan. Jika engkau mendatangi-Ku berbekal ilmu, maka akan Aku sambut dengan tuntutan! Dan jika engkau mendatangi-Ku dengan ma’rifat, maka sambutan-Ku adalah hujjah, padahal hujjah-Ku pastilah tak terkalahkan.


Hendaklah engkau singkirkan ikhtiar (ikut mengatur dan menentukan kehendak-Nya untuk dirimu—red), pasti akan aku singkirkan darimu tuntutan. Hendaklah engkau tanggalkan ilmumu, amalmu, ma’rifat-mu, sifatmu dan asma (nama) mu dan segala yang ada (ketika mendatangi-Ku), supaya engkau bertemu dengan Aku seorang diri.


Bila engkau menemui-Ku, dan masih ada diantara Aku dan engkau salah satu dari hal-hal itu, —padahal Aku-lah yang menciptakan semua itu, dan telah Aku singkirkan semua itu darimu karena cinta-Ku untuk mendekat kepadamu, sehingga janganlah membawa semua itu ketika mendatangi-Ku—, jika masih saja engkau demikian, maka tiada lagi kebaikanmu yang tersisa darimu.


Kalau saja engkau mengetahui, ketika engkau memasuki-Ku, pastilah engkau bahkan akan memisahkan diri dari para malaikat, sekalipun mereka semua saling bahu-membahu untuk membantumu, karena keraguanmu itu (bahwa ada penolongmu dihadapan-Nya selain Dia—red.), maka hendaklah jangan ada lagi penolong selain Aku.


Jangan pernah engkau melangkah ke luar rumah tanpa mengharap keridhaan-Ku, sebab Aku-lah yang menunggumu (di luar rumah—red.) untuk menjadi penuntunmu.


Temuilah Aku dalam kesendirianmu, sekali atau dua kali setelah engkau menyelesaikah shalatmu, niscaya akan Aku jaga engkau di siang dan malam harimu, akan Aku jaga pula hatimu, akan Aku jaga pula urusanmu, dan juga keteguhan kehendakmu.


Tahukah engkau bagaimana caranya engkau datang menemui-Ku seorang diri? Hendaknya engkau menyaksikan bahwa sampainya hidayah-Ku kepadamu adalah karena kepemurahan-Ku. Bukan amalmu yang menyebabkan engkau menerima ampunan-Ku, bukan pula ilmumu.


Kembalikan pada-Ku buku-buku ilmu pengetahuanmu, pulangkan pada-Ku catatan-catatan amalmu, niscaya akan aku buka dengan kedua tangan-Ku, Kubuat ia berbuah dengan pemberkatan-Ku, dan akan kulebihkan semuanya itu karena kepemurahan-Ku.”


(Dari kitab ‘Al-Mawaqif wal Mukhtabat’, Imam An-Nifari, dengan beberapa kalimat yang diperbaiki tata bahasanya.


No comments:

Post a Comment