Utsman bin Affan Khalifah yang Terzalimi
Utsman bin Affan Khalifah yang Terzalimi
Beliau adalah Abu Abdillah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
kakek keempat yaitu Abdu Manaf, di masa jahiliah beliau dipanggil Abu
Amr namun tatkala dari istri beliau yaitu Ruqayyah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlahir
seorang laki-laki yang diberi nama Abdullah lalu beliau berganti
menjadi Abu Abdillah, dan beliau masyhur dengan julukan dzu nurain (pemilik dua cahaya).
Di
masa jahiliyah Utsman bin Affan adalah seorang yang terpandang dan
dimuliakan oleh kaumnya. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat
pemalu, hartawan, dan pemilik petuah yang didengar. Karena itulah ia
sangat dicintai dan dimuliakan oleh kaumnya. Ia tidak pernah sujud
kepada sebuah patung pun, tidak pula berbuat keji, tidak pernah meminum
khamar baik sebelum maupun setelah Islam. Utsman bercerita, “Aku tidak
pernah bernyanyi, tidak pula panjang angan-angan, aku pun tidak pernah
menyentuh dzakarku dengan tangan kananku setelah aku gunakan tangan
itu untuk membai’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, aku tidak pernah minum khamar di masa jahiliah maupun setelah Islam.”
Keutamaan Utsman bin Affan
Beliau termasuk as-sabiqun al-awwalun (orang-orang
yang pertama menyambut dakwah Islam). Beliau mengikrarkan diri sebagai
seorang muslim berkat dakwah Abu Bakr Ash-Shidddiq pada umur 34 tahun.
Di saat kaumnya menolak dan mengingkari seruan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia
justru membentangkan tangan, membuka hati, dan meyakini tanpa
keraguan. Tatkala seruan hijrah dikumandangkan beliau adalah termasuk
seorang yang tampil melaksanakan perintah sehingga beliau dua kali
berhijrah, ke negeri Habasyah dan Madinah.
Keunggulan sahabat Utsman semakin tampak pada beberapa keadaan penting di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
saat itulah figur Utsman dikenal sebagai salah satu sahabat yang tidak
disebut melainkan kebaikan. Di saat musim paceklik panjang, kemiskinan
dan kefakiran menjadi bagian bagi setiap kaum muslimin. Di saat itu
pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerukan
seruan jihad dan beliau tengah menyiapkan pasukan besar untuk
diberangkatkan dalam Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Pasukan itu
disebut jaisyul ‘usroh karena sulitnya kondisi materi para sahabat pada saat itu. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mendorong para sahabatnya untuk berinfak dan bersedekah dalam rangka menyiapkan pasukan besar tersebut. Hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Barang siapa yang menyiapkan jaisyul usyroh, maka baginya surga.”
Tiba-tiba datanglah seorang saudagar kaya yang dermawan dialah Utsman bin Affan membawa kepingan-kepingan dinar berjumlah 1000 dinar lalu diberikan di hadapan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sambil memeganginya keluarlah ucapan yang masyhur dari bibir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,
“Tidaklah memudharatkan Utsman apa yang ia lakukan setelah ini.”
Dan
juga pada saat jumlah kaum muslimin semakin bertambah dan Masjid
Nabawi serasa tidak dapat lagi menampung jamaah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa membeli lokasi milik keluarga fulan lalu menambahkan untuk perluasan masjid dengan kebaikan maka ia kelak di surga.” Lalu Utsman membelinya dari kantong uang miliknya lalu tanah itu diwakafkan untuk masjid.
Demikian juga tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah maka tidak dijumpai air tawar kecuali dari sumur rumah. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa membeli sumur dan menjadikan gayung miliknya bersama dengan gayung milik kaum muslimin maka kelak ia di surga.” Mendengar ucapan tersebut Utsman pun segera membelinya.
Kemudian satu hal yang tidak boleh dilupakan – yang menambah kemuliaan sahabat Utsman, beliau adalah seorang mu’alim
yang cinta kepada Alquran. Kecintaannya terhadap Alquran telah
membuahkan hasil yang senantiasa dikenang hingga hari kiamat, peristiwa
pengumpulan Alquran dan penyeragaman bacaan adalah bukti nyata bagi
seorang yang mau merenunginya. Beliaulah sahabat yang telah meriwayatkan
sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.”
Dan
suatu hari Utsman memanggil orang-orang, lalu berwudhu di hadapan
mereka, kemudian beliau mengatakan, “Barang siapa yang berwudhu semisal
wudhuku ini lalu shalat dua rakaat dan tidak berbincang-bincang di
dalamnya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Beliau juga sering memperingatkan manusia dari bahaya dusta atas nama agama, dari beliaulah diriwayatkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka silakan mengambil tempat duduk di neraka.”
Dan
masih banyak lagi keutamaan-keutamaan beliau yang lain, namun tidak
ada yang lebih menggembirakan dari itu semua dibandingkan persaksian
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Utsman adalah min ahlil jannah (salah satu penghuni surga).
Dari Abu Musa al-Asy’ari beliau berkata, “Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk
ke sebuah kebun dan beliau memerintahku untuk menjaga pintu kebun
tersebut, maka datanglah seorang laki-laki meminta izin untuk masuk maka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar gembira kepadanya berupa surga.’ Ternyata ia adalah Abu Bakr. Lalu datang seorang laki-laki yang lain dan meinta izin untuk masuk, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar gembira kepadanya berupa surga.’ Ternyata dia adalah Umar. Kemudian datang lagi seorang yang lain meminta izin untuk masuk, namun sejenak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiam, lalu beliau mengatakan, ‘Izinkanlah ia masuk dan berikan kabar gembira kepadanya berupa surga atas bala yang akan menimpanya.’ Ternyata dia adalah Utsman bin Affan.”
Ishaq bin Rahawaih mengatakan, “Tidak ada seorang pun sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang
yang paling baik di muka bumi ini kecuali Abu Bakr, dan tidak ada
orang yang lebih baik sepeninggalnya kecuali Umar, dan tidak ada orang
yang lebih baik sepeninggalnya kecuali Utsman, serta tidak ada orang
yang lebih baik dan lebih mulia sepeninggalnya kecuali Ali.”
Gelombang Fitnah
Merupakan mukjizat kenabian, apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti terjadi. Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya kalian akan menjumpai setelahku fitnah dan perselisihan atau perselisihan dan fitnah.” Maka berkata salah seorang, “Lalu kepada siapa kami akan memihak?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpegangteguhlah kalian kepada al-Amiin ini dan sahabat-sahabatnya.” Lalu beliau mengisyaratkan kepada Utsman.”
Maka atas apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
Utsman pun mengetahui bahwa kelak ia akan dibunuh secara zalim, dan
orang-orang yang keluar darinya akan menghalalkan darahnya adalah
orang-orang munafik. Apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar
terjadi, setelah beliau diangkat menjadi Khalifah kaum muslimin yang
sah, beliau banyak menuai protes, banyak menerima kritikan dan tuduhan
dari para pemberontak. Api itu makin menghalalkan darah Utsman. Di
antara tuduhan-tuduhan keji mereka:
Pertama:
mereka menuduh Utsman tidak berlaku adil dalam pengangkatan para
pejabatnya karena ia mengutamakan keluarganya dan mencopot jabatan
sebagian sahabat kibar (senior), serta menggantinya dengan orang-orang yang lebih muda umurnya.
Jawaban atas tuduhan tersebut:
Adapun
penggantian jabatan dari sahabat senior kepada para pemuda, maka
sungguh bagi beliau terdapat panutan yang baik sebelumnya. Bukankah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menyiapkan
pasukan besar untuk memerangi Romawi lalu beliau menunjuk panglimanya
adalah Usamah bin Zaid yang tatkala itu masih berusia belia, sedang di
belakangnya banyak para sahabat senior seperti Abu Bakr dan Umar…?? dan
sebelum pasukan besar tersebut diberangkatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih
dahulu meninggal dunia. Apa reaksi manusia tatkala itu, mereka datang
kepada Umar untuk membujuk Abu bakar, agar ia mencopot jabatan Usamah
bin Zaid sebagai panglima, maka sahabat Abu Bakr marah besar dan
mengatakan kepada Umar, “Wahai Umar, ia adalah orang yang telah diangkat
langsung oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, lalu engkau memintaku untuk mencopotnya?!!”
Al-Imad
Ibnu Katsir mengatakan, “Utsman adalah seorang yang berakhlak mulia,
sangat pemalu, dan dermawan. Beliau sering mendahulukan keluarga dan
kerabat-kerabatnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam rangka untuk ta’liful qulub (melunakkan hati), untuk suatu tujuan yang kekal melalui perkara-perkara dunia yang fana sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
telah memberi suatu kaum dan tidak memberikan kepada kaum yang lain
untuk suatu tujuan agar mereka mendapat hidayah dan iman, dan sungguh
untuk tujuan ini suatu kaum memahaminya, tidak sebagaimana kaum Khawarij
telah melakukan protes atas apa yang diperbuat oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.”
Kedua:
beliau dituduh telah membuat perkara baru yang tidak ada contoh
sebelumnya seperti pengumpulan ayat-ayat Alquran dalam sebuah mushaf,
beliau tidak meng-qashar shalat tatkala di Mina, dan beliau menambahkan
adzan menjadi dua kali pada hari Jumat.
Jawaban atas tuduhan tersebut:
Adapun
beliau membakar seluruh mushaf dan menjadikan satu mushaf saja yang
disepakati maka justru para ulama memandang hal itu adalah perbuatan
mulia yang menjadikan kemuliaan bagi sahabat Utsman, karena berarti
beliau telah memupus benih-benih perpecahan di tubuh kaum muslimin
perihal bacaan kitab suci mereka. Lihatlah apa tindakan Abu Hurairah
setelah Utsman melakukan apa yang beliau lakukan terhadap Alquran lalu
sahabat Abu Hurairah menemuinya seraya mengatakan, “Sungguh engkau
telah benar dan mencocoki kebenaran.”
Adapun tatkala di Mina
beliau shalat sempurna dan tidak meng-qashar, maka beliau menjawab
sendiri tuduhan tersebut, “Ketahuilah, yang demikian adalah karena aku
mendatangi suatu negeri yang di dalamnya terdapat keluargaku, sehingga
aku menyempurnakannya karena dua asalan bermukin dan menjenguk
keluarga.”
Dan Al-Hafizh telah menukil dari Al-Iman az-Zuhri
beliau mengatakan, “Utsman shalat sempurna di Mina empat rakaat karena
orang badui (Arab pegunungan) di tahun itu sangatlah banyak, maka
Utsman hendak mengajari mereka bahwa shalat (zhuhur dan Ashar) adalah
empat rakaat.”
Adapun tentang beliau menambahkan adzan sebelum
Jumat karena beliau memandang terdapat maslahat yang menuntut akan hal
tersebur, karena kota Madinah semakin luas dan orang-orang semakin
banyak sehingga adzan tersebut adalah tanda bahwa shalat Jumat akan
segera ditegakkan.
Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Saib bin
Yazid bahwa Utsman menambahkan adzan kedua pada masanya karena tatkala
itu manusia yang tinggal di Madinah sudah sangatlah banyak.
Dan
seandainya perbuatan itu munkar maka pasti akan diingkari oleh para
sahabat senior yang tatkala itu masih hidup. Kalau demikian keadaannya,
maka hal itu merupakan salah satu sunah khulafaur rasyidin dan sunah
mereka adalah termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kita diperintah untuk berpegang teguh dengannya.
Ketiga:
Beliau dicela karena beberapa tindakan di antaranya karena beliau
telah absen dalam Perang Badar, dan ketika Perang Uhud beliau termasuk
orang-orang yang ikut lari ke belakang dan beliau tidak ikut dalam
Bai’at Ridhwan.
Sahabat Abdullah bin Umar telah menjawab tuduhan-tuduhan tersebut sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari:
Seorang
laki-laki datang dari Mesir untuk berhaji, lalu ia melihat suatu kaum
tengah duduk-duduk. Ia bertanya, “Siapa mereka?” Lalu dijawab, “Mereka
adalah orang-orang Quraisy.” Ia berkata, “Siapa syaikh mereka?” Mereka
menjawab, “Abdullah bin Umar.” Lalu ia bertanya, “Wahai Abdullah bin
Umar, aku akan menanyakan beberapa hal kepadamu. Apakah engkau tahu
bahwa Utsman telah lari dalam Perang Uhud?” Beliau menjawab, “Benar.”
Ia melanjutkan, “Apakah engkau tahu bahwa ia juga telah absen dari
Perang Badar?” Beliau menjawab, “Benar.” Ia bertanya lagi, “Apakah
engkau tahu bahwa ia juga telah absen dalam Bai’at Ridhwan?” Beliau
menjawab, “Benar.” Lalu laki-laki itu mengatakan, “Allahu Akbar!!”
Ibnu
Umar mengatakan, “Kemarilah, aku akan jelaskan kepadamu. Adapun Utsman
telah lari dalam Perang Uhud maka aku bersaksi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memaafkannya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا
اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَاكَسَبُوا وَلَقَدْ عَفَا اللهُ
عَنْهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang
yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya
saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan
yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Allah telah
memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyantun.”(Q.S. Ali-Imran: 155)
Adapun beliau absen dalam Perang Badar karena tatkala istri beliau yaitu putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit keras, sehingga ia diizinkan untuk tidak hadir dalam peperangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
kepadanya, “Sesungguhnya bagimu seperti pahalanya orang yang ikut
menyaksikan Perang Badar.” Dan mengenai absennya beliau dalam Bai’at
Ridhwan karena seandainya ada orang yang lebih mulia dari Utsman di
Mekah maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengutusnya ke Mekah, maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya,
beliau mengatakan ini adalah bai’atnya Utsman.” Setelah itu Ibnu Umar
mengatakan kepada laki-laki tersebut, “Sekarang pergilah engkau.”
Wafatnya Utsman bin Affan Khalifah
Tatkala
syubhat-syubhat – yang hakikatnya lemah tersebut – tidak dapat
terbendung maka api kebencian telah menyulut pada hati-hati para
pemberontak. Akhirnya, mereka datang ke Madinah dan mengepung rumah
Utsman. Mereka meminta agar Utsman meninggalkan kekhalifahannya atau
mereka akan membunuhnya.
Namun, Ibnu Umar segera masuk menemui
Utsman dan mendorongnya agar ia jangan sampai menanggalkan
kekhalifahannya karena berarti itu telah membuat sunah yang jelek,
sehingga setiap kali manusia tidak menyenangi pemimpinnya, maka mereka
akan mencopot paksa kepemimpinan tersebut. Utsman pun menyadari bahwa
inilah fitnah yang sejak jauh-jauh hari telah diberitakan oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, Utsman hanya bisa bersabar dan menyerahkan urusannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akhirnya,
orang-orang Khawarij tersebut memanjat rumah Utsman, lalu
pedang-pedang mereka mengalirkan darah Utsman yang suci sedang beliau
tengah berpuasa dan membaca kitabullah, hingga tetesan darah pertama tatkala membaca,
فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 137)
Di malam hari sebelum Utsman meninggal dunia, ia bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengatakan, “Wahai Utsman, berbukalah bersama kami.” Dan tatkala shubuh ia berpuasa dan meninggal dunia di hari itu juga.
Mutiara Teladan
Beberapa pelajaran berharga di antaranya:
Aksi
demonstrasi dan protes adalah buah teladan dari kaum Khawarij, dengan
berpijak pada syubhat-syubhat yang lemah mereka menghalalkan yang
haram. Pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang senang membuat
kerusakan di muka bumi.
Merupakan kewajiban seorang mukmin tatkala menerima berita hendaklah untuk tasabbut
(mencari kebenaran berita) terlebih dahulu, jangan langsung asal
percaya. Terlebih lagi kalau berita itu datang dari orang-orang fasik
yang tidak menjaga muru’ah. Alquran mengajari kita berhati-hati
dalam menerima berita-berita yang belum jelas sumbernya apalagi yang
menyangkut kehormatan kaum muslimin.
Figur Utsman adalah teladan bagi kita dalam membelanjakan harta yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka hendaknya para saudagar kaya, para konglomerat, sadar bahwa harta
akan bermanfaat baginya bila digunakan untuk menunjang kehidupan
akhirat yang kekal.
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 08 Tahun ke-10 Muharram 1431 H/2010
Tags: kisah Utsman bin Affan, biografi Utsman bin Affan, khalifah Utsman bin Affan.
www.dewataprabu.blogspot.com
No comments:
Post a Comment