Monday, May 16, 2016

Ada Kasih di Matamu

Ada Kasih di Matamu

Kisah diambil dari The Sower’s Seeds
Oleh: Brian Cavanaugh

Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan kaku akibat angin utara yang dingin.
Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku itu. Dengan gelisah ia mengawasi beberapa penunggang kuda memutari tikungan. Ia membiarkan kuda yang pertama lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju. Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang, dan berkata, “Pak, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang? Kelihatannya tak ada jalan untuk berjalan kaki.”
Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, “Tentu. Naiklah.”

Melihat si orang tua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda. Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer.

Selagi mereka mendekati pondok kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda mendorongnya untuk bertanya, “Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang kuda lain lewat tanpa berusaha meminta tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin begini bapak mau menunggu dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan meninggalkan bapak di sana?”

Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si penunggan kuda, dan menjawab, “Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup kenal dengan orang.” Si orang tua melanjutkan, “Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta tumpangan. Tapi waktu saya melihat ke matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terlihat jelas. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya.”

Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. “Saya berterima kasih sekali atas perkataan bapak”, ia berkata pada si orang tua. “Mudah-mudahan saya tidak akan sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi kebutuhan orang lain dengan kasih dan kebaikan hati saya.”

Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.

*Thomas Jefferson = Founder and also the third President of the United States.

Quotes From The Master (44)

Quotes From The Master (44)

“Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu” (Siapa yang mengenal jiwa (nafs)-nya, akan mengenal Rabb-nya).

– Al Hadits

.

“Ketahuilah wahai kekasih, manusia tidaklah diciptakan dengan main-main, ataupun secara serampangan, namun diciptakan secara mengagumkan untuk sebuah tujuan yang agung.”

– Imam Al Ghazali

.

“Suatu kali ada yang bertanya kepada seorang syeikh tentang cara mencapai Tuhan. “Jalan menuju Tuhan,” syeikh itu menerangkan, “sama banyaknya dengan jumlah mahluk ciptaan. Tapi ada jalan terpendek dan termudah, yaitu melayani sesama, tidak mengganggu orang lain, dan membuat mereka bahagia”.

– Sheikh Abu Sa’id Abil Khair

.

“Siapapun yang tidak menemukan hatinya hadir di tiga tempat, pintu menuju pengetahuan akan tetap tertutup baginya. Yaitu ketika membaca Al-Qur’an, ketika berzikir kepada Allah dan ketika engkau sedang sholat.”

– Sheikh Ibrahim bin Adham

.

“Jika seseorang berkata: “Betapa mulianya engkau!” dan ini lebih menyenangkanmu dari pada perkataannya, “Betapa buruknya engkau!” ketahuilah bahwa engkau masih tetap seseorang yang buruk”

– Sheikh Sufyan Al Thawri

.

“Bergegaslah. Sapulah kamar di hatimu. Persiapkan untuk rumah Sang Kekasih. Saat kau keluar, Ia akan masuk. Di dalam dirimu, saat kau terbebas dari dirimu, Ia akan memperlihatkan keindahanNya”

-Sheikh Shabistari

.

“Jika engkau memiliki keimanan kepada ‘Sumber Perbendaharaan’ yang merupakan Tuhan, kebenaran-Nya, dan kekayaan akan rahmat-Nya, jika engkau menyematkan sifat-sifat dan tindakan-tindakan-Nya, Tuhan akan selalu bersamamu. Baik ketika engkau merasa bahagia ataupun sedih, dalam sakit ataupun sehat, dalam cerahnya hari ataupun guyuran hujan, kekayaan-Nya akan selalu menjadi milikmu dan akan selalu memberimu kedamaian, kebahagiaan, dan kekhusyukan kapanpun engkau membutuhkannya. Hanya hal ini yang dapat melindungi dan menjagamu. Tidak ada hal lainnya. Untuk itu, engkau harus memiliki keimanan kepada Tuhan, ‘Sumber Perbendaharaan’, yang selalu bersamamu, yang selalu menjagamu. Dia-lah tempatmu berteduh di kala teriknya matahari. Dia-lah payungmu di kala hujan mengguyur dan kebahagianmu di kala duka. Dia selalu berada disana untuk membantumu dalam situasi apapun.”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

“Jalan menuju Tuhan adalah sebanyak jumlah nafas manusia.”

-Syeikh Muhammad Nazim

.

“Ada beberapa diantara kamu yang menginginkan dunia ini dan ada beberapa diantara kamu yang menginginkan dunia selanjutnya (akhirat). Tetapi dimana Dia yang menginginkan Tuhan?”

-Sheikh Al Shibli

.

“Wahai teman! tidak ada yang menghijabmu, selain dirimu. Di jalanmu tidak ada duri ataupun penghalang, selain dirimu. Kau berkata: haruskan aku mencapai Sang Kekasih atau tidak? antara dirimu dan Sang Kekasih tidak ada siapapun, kecuali dirimu”

– Sheikh Awhad al-Din Kirmani

.

Suatu ketika aku menerima seorang pelayan. Aku bertanya kepadanya: Bagaimana seharusnya aku memanggilmu? Dia menjawab: Panggil sesukamu. Aku bertanya: Apa yang engkau makan? Dia menjawab: Apapun yang engkau beri. Aku bertanya: Pakaian seperti apa yang engkau inginkan? Dia menjawab: Pakaian apapun yang engkau berikan. Aku bertanya: Apa yang ingin engkau lakukan? Dia berkata: Apapun yang engkau perintahkan, aku tidak memiliki keinginan, aku adalah pengabdimu. Aku berkata kepada diriku: apakah engkau pernah beribadah dan melayani Tuhan sebagaimana orang ini melayanimu? Belajarlah darinya. Dan aku begitu terharu hingga aku menangis karena mendengar pengakuan ini.

– Sheikh Ibrahim bin Adham

.

“Hingga engkau menjadi seseorang yang tidak mempercayai dirimu, engkau tidak bisa menjadi seseorang yang mempercayai Tuhan”

– Sheikh Abu Said Abil Khair

.

“Manusia yang bijak mengetahui bahwa adalah penting untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sedangkan bagi manusia yang tidak bijak adalah lebih penting untuk mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Manusia yang memiliki keteguhan iman mengetahui bahwa adalah penting untuk membersihkan hati mereka, sedangkan mereka yang imannya labil mencoba mencari-cari kekurangan pada hati dan ibadah orang lain. Hal ini menjadi kebiasaan di dalam hidup mereka. Tetapi mereka yang beribadah kepada Allah dengan keimanan, ketetapan hati, dan keyakinan mengetahui bahwa apa yang paling penting di dalam hidup adalah menyerahkan hati mereka kepada Allah.”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

Suatu ketika, Nabi Ibrahim AS tumbuh dikalangan kaum penyembah berhala. Dia berusaha untuk menemukan Tuhan. Dia memandang pada bintang-bintang yang paling terang dan berkata, “Engkau adalah Tuhanku.” Lalu bulan purnama muncul. Ia jauh lebih besar dan lebih terang daripada bintang-bintang yang ada. Ibrahim memandang bulan dan berkata, “Engkau adalah Tuhanku.” Kemudian matahari terbit; rembulan dan bintang-bintang menghilang. Ibrahim berkata, “Engkau adalah yang terbesar, Engkau adalah Tuhanku.” Kemudian malam tiba, dan matahari menghilang.

Ibrahim berkata, “Tuhanku adalah Dia yang mengubah segala sesuatu dan mengembalikannya kembali. Tuhanku adalah Dia yang berada dibalik segala perubahan.”

– Sheikh Muzaffer Ozak Al-Jerrahi

.

Ketika “aku” ada, Tuhan tidak ada. Ketika Tuhan ada, “aku” tidak ada.

Jika Tuhan adalah sumber kehidupan, bukankah seharusnya kita bisa menemukan sumber esensi dari kehidupan kita? Lalu ketika kita meneliti hidup kita, di bagian mana kita menemukan Tuhan? Bagian mana adalah “aku”? Tuhan adalah cinta, kedamaian, keberlimpahan, keagungan, kekuatan, ampunan, kebenaran, keseimbangan, dan kebahagiaan. Bagi kebanyakan dari kita, hidup adalah kekurangan, keterbatasan, perselisihan, stres, kekacauan, bimbang, penindasan, dan kebencian. Bangsamu, bangsaku; tujuan-tujuan mereka, tujuan-tujuan kita, agamamu, agamaku, telah menggantikan rasa kebersamaan yang dikenal sebagai Tuhan. Apakah Tuhan menciptakan kekacauan ini? Tidak. “aku” yang melakukannya. Bagian kecil dari “aku” yang ingin mengatur dan berkuasa. “aku” adalah ketakutan, kesombongan, amarah dan berbangga diri. “aku” yang berpegang pada kesengsaraan karena “aku” tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. “aku” ingin melakukan caranya karena “aku” bisa menjaga diriku. “aku” yang tidak bisa mengenal bagian mana yang merupakan Tuhan dan bagian mana yang merupakan “aku” karena “aku” telah melupakan bahwa semua bagian Tuhan adalah bagian ku. Jika saja “aku” mengizinkan Tuhan melakukan bagianNya, kita akan baik-baik saja.

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

“Anakku, seluruh hidupmu bisa berisi dua kata: alhamdulillah dan tawakal kepada Allah, memberikan pujian kepada Tuhan untuk semuanya, yakin sepenuhnya dan berserah diri kepada Tuhan. Katakan, “Alhamdulillah,” dan pujilah Tuhan atas apa yang terjadi saat ini. Katakan, “Tawakal kepada Allah,” dan serahkan tanggungjawab kepada Tuhan atas apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Semoga engkau melaksanakan dua kewajiban ini tanpa keterikatan sebagaimana Tuhan melakukan kewajibanNya.

Buatlah hidupmu lengkap dengan dua kata ini. Setelah itu, raihlah sifat-sifat Tuhan, laksanakan tindakanNya, berbuatlah sesuai dengan perbuatanNya, tanamkan kasih sayangNya ke dalam hatimu, dan rasakan semua kelaparan adalah kelaparanmu dan semua penderitaan adalah penderitaanmu. Layani hidup orang lain dan menyamankan hati mereka sebagaimana yang dilakukan Tuhan. Kewajiban itu akan menjadikan mulia kearifanmu, ibadahmu dan meditasimu.”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

“Cinta adalah melihat apa yang baik dan indah dalam segala sesuatu. Mencintai adalah belajar dari segala sesuatu, melihat anugerah Allah dan kemurahan Allah dalam segala sesuatunya. Mencintai adalah mensyukuri segala rahmat Allah.

Ini adalah langkah awal pada jalan ini untuk mencintai Allah. Ini hanyalah benih dari cinta. Sepanjang waktu, benih akan tumbuh dan menjadi pohon dan berbuah. Selanjutnya, siapapun yang merasakan buah itu akan mengetahui apa itu cinta sejati. Cinta tersebut akan berbeda bagi mereka yang telah merasakannya dengan mereka yang belum merasakannya.”

– Sheikh Muzaffer Ozak Al-Jerrahi

.

“Kau tidak akan menjadi seseorang yang suci hingga kau laksana bumi, baik kaum saleh maupun kaum pendosa diperlakukan sama,

dan hingga kau laksana awan, yang menaungi segala sesuatu,

dan hingga kau bagaikan hujan, yang mengairi segala sesuatu, walaupun mereka mencintainya atau tidak.”

– Sheikh Abu Yazid al-Bisthami

.

“Kebenaran tertanam dipusat hatimu, dipercayakan oleh Allah kepadamu untuk menjaganya. Ia akan terwujud dengan taubat yang tulus dan usaha yang sungguh-sungguh. Keindahannya memancar kepermukaan saat kau mengingat Allah dan berzikir. Pada mulanya kau menyebut Asma Allah dengan lidahmu. Lalu, ketika hatimu hidup, kau berzikir dengan hatimu.”

– Syeikh Abdul Qadir al-Jilani

.

“Sekali waktu engkau pernah mengira bahwa segala yang engkau pelajari dan cermati adalah kebenaran. Tetapi kemudian engkau maju ke langkah berikutnya, dan menemukan bahwa semua yang telah engkau pelajari bukanlah kebenaran. Dan pada masa yang akan datang ketika engkau masih melangkah lebih berikutnya dan memandang kembali semua yang sekarang engkau anggap benar, ternyata engkau juga akan melihatnya sebagai kepalsuan. Dengan cara ini, setiap kali engkau melangkah maju ke tingkat yang baru, maka engkau akan menemukan bahwa semua yang engkau pelajari pada masa lalu adalah kepalsuan (salah). Akhirnya, ketika engkau mencapai maqam (keadaan) Tuhan dan maqam kearifan-Nya, maka engkau akan menyadari bahwa semua pemikiran engkau adalah keliru. Semuanya keliru. Hanya Dialah kebenaran. Kebijakan-Nya adalah kebenaran sejati, dan sifat-sifatNya adalah emas kekayaan yang sesungguhnya.

Apabila engkau memahami hal ini, maka engkau akan memohon ampunan-Nya atas segala kesalahan yang engkau lakukan pada masa yang lalu. Engkau akan melihat dengan jelas dan pasti bahwa hanya ada satu keluarga, satu doa dan satu Tuhan. Kita harus memikirkan hal ini. Ini adalah kearifan yang berharga, hikmah kebenaran.”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

“Apabila engkau menggali sumur, engkau harus menggalinya jauh ke dalam sampai engkau menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila engkau bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana engkau dapat membasuh dirimu atau menghilangkan dahagamu? Hanya jika engkau menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka engkau akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya. Demikian juga halnya, jika engkau hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila engkau membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu. Hanya setelah itu engkau dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu engkau akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam dirimu; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka engkau akan memperoleh semua yang engkau butuhkan untuk dirimu, dan engkau juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

Sejak kudengar tentang dunia Cinta,

Kumanfaatkan hidupku, hatiku

Dan mataku di jalan ini.

Aku mengira bahwa Cinta

Dan yang dicintai adalah berbeda.

Kini aku mengerti bahwa keduanya sama.

– Jalaluddin Rumi

.

Seseorang meminta nasehat kepada Ibrahim bin Adham. Dia berkata: “Berzikir kepada Tuhan dan tinggalkan keramaian.” Di lain waktu seseorang meminta nasehatnya kembali dan dia berkata: “Bukalah yang tertutup dan tutuplah yang terbuka”. Orang yang bertanya memintanya untuk menjelaskannya lebih lanjut. Ibrahim melanjutkan perkataannya: “Bukalah kantongmu yang tertutup dan sedekahkan kepada fakir miskin. Tutuplah mulutmu yang terbuka dan tidak berlebihan dalam berbicara.”

.

“…Perkenankan jika mungkin, di hari nanti kami bisa mendengar tidak dengan telinga kami yang amat terbatas ini, perkenankan juga kami mendengar tidak hanya suara-suara, yang amat menjebak jiwa dungu ini, tetapi juga mendengarkan apapun saja: cahaya, inti warna, sepi atau bisikan-Mu yang tiada terperi…”

– Penggalan puisi Emha Ainun Nadjib “Asmaul Husna”

.

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.

Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepada-Nya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
karena Tuhan, dengan rahmat-Nya
akan tetap menerima mata uang palsumu!

Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Begitulah caranya!

Wahai pejalan!
Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayolah datang, dan datanglah lagi!

Karena Tuhan telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku,
karena Aku-lah jalan itu.”

– Jalaluddin Rumi

(Puisi diambil dari “Suluk” Herry Mardian)

.

“Para sufi adalah mereka yang mendahulukan Tuhan daripada apapun sehingga Tuhan mendahulukan mereka daripada apapun.”

– Sheikh Dzun Nun al-Mishri

.

Aku melihat Tuhanku di dalam mimpiku dan aku bertanya, “Bagaimana aku bisa menemukan-Mu?” Dia menjawab, “Tinggalkan dirimu dan datanglah!”

– Sheikh Abu Yazid al-Bisthami

.

“Jangan mengira bahwa engkau tidak memiliki kebanggaan diri, karena ia lebih sulit terlihat daripada seekor semut pada batu hitam di malam hari. Dan jangan pernah berpikir bahwa mengeluarkannya dari dalam dirimu adalah mudah, karena adalah lebih mudah untuk mengikis sebuah gunung dengan sebatang jarum.”

– Sheikh Hakim Jami

.

“Seorang sufi adalah dia yang menjaga kejernihan hatinya terhadap Tuhan.”

– Sheikh Bishr bin al-Harith al-Hafi

.

“Perjalananmu adalah menuju tanah kelahiranmu. Ingatlah bahwa engkau berjalan dari alam penampakan menuju alam realitas.”

– Sheikh Abdul Khaliq al-Ghujdawani

.

“Jagalah Tuhan, Sang Kekasih, selalu berada di dalam hatimu. Jadikan ibadahmu, zikir, menjadi ibadah dari hatimu.”

– Sheikh Abdul Khaliq al-Ghujdawani

.

Shibli melihat Junaid sebagai seorang guru dan berkata kepadanya, “Kau dipuji sebagai ahli mutiara. Berikan satu kepadaku, atau jual kepadaku.”
“Jika aku menjualnya kepadamu, kau tidak akan mampu membayarnya, dan jika aku memberikannya kepadamu, mendapatkannya dengan mudah membuatmu tidak akan menyadari nilainya,” Kata Junaid. “Lakukan seperti apa yang aku lakukan. Ceburkan dirimu ke dalam Lautan, dan jika kau menunggu dengan sabar kau akan memperoleh mutiaramu.”

– Sheikh Junaid al-Bagdadi

.

“Jika kau berusaha, apapun yang kau perjuangkan akan mendekat kepadamu, dan kau akan memperoleh manfaatnya. Semoga Tuhan memberimu pertolongan tersebut, rahmat tersebut, kebijaksanaan tersebut, dan sifat-sifat-Nya. Semoga Ia melakukan apa yang baik. Jika kau percaya kepada-Nya, Ia tidak akan pernah melepaskanmu. Jika kau niat kepada-Nya, Ia akan datang mencarimu. Jika kau memanggil-Nya, Ia akan memanggilmu. Jika kau mencintai-Nya, Ia akan mencintaimu. Jika kau mencari-Nya, Ia akan mencarimu. Pahamilah ini. Amin. Amin”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

“Berperang di dalam diri sendiri adalah Islam; pertempuran sebenarnya berada di dalam diri. Menghalau sifat-sifat jahat, pikiran jahat, dan perbedaan yang membawa kepada perpecahan adalah Islam. Berperang melawan iri hati, dengki, dan rasa dendam adalah Islam. Memotong dan membuang sifat-sifat setan dan mengisi diri kita dengan sifat-sifat Allah adalah Islam. Menunjukkan hati dengan penuh belas kasih kepada saudara-saudara kita adalah kekayaan dari Islam.”

– Sheikh M. R. Bawa Muhaiyaddeen

.

Seseorang bertanya kepada Ibrahim bin Adham, seperti apakah hidupmu? Ibrahim bin Adham menjawab: aku memiliki tiga ‘kereta perang’ di dalam hidupku. Ketika aku menerima sesuatu, aku akan duduk di dalam ‘kereta perang’ syukur; ketika kesukaran menimpa, aku akan duduk di dalam ‘kereta perang’ sabar dan ketika beribadah, aku duduk di dalam ‘kereta perang’ ketaatan dan istiqomah.

.

“Aku mencari ‘kefakiran’ dan aku menemukan kesempurnaan. Manusia mencari kekayaan, dan kemiskinan menjadi tujuan mereka.”

– Sheikh Ibrahim bin Adham

.

Jika engkau mencari kedekatan dengan Sang Kekasih, cintailah setiap orang. Hanya memandang kebaikan mereka baik ketika mereka hadir ataupun tidak. Jika engkau menginginkan kejernihan dan kesegaran layaknya hembusan angin di pagi hari, jadilah seperti matahari yang tidak memiliki apapun tetapi menyinari dan memberikan kehangatan kepada siapapun.

– Sheikh Abu Said Abil Khair

.

“Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada apapun kecuali kepada Allah.”

– Sheikh Abu Yazid al-Bisthami

.

Dunia ini adalah jalan menuju kebahagiaan abadi dan karena itu ia baik, pantas dihargai dan dipuji.

Yang buruk adalah apa yang engkau lakukan dengan dunia saat engkau dibutakan pada kebenaran dan dikuasai sepenuhnya oleh hasrat, hawa nafsu dan ambisi pada dunia.

Kesenangan dunia ini tidaklah membahayakan dengan sendirinya. Ia baru berbahaya ketika semua itu membuatmu lupa, tidak patuh dan melalaikan Tuhanmu.

– Sheikh Ibn al-Arabi

.

“Kebutuhan ruhani adalah api yang terang dan berkobar yang disematkan Tuhan di dalam dada hamba-hamba-Nya dimana ‘diri’ (nafs) mereka akan dibakar, dan tatkala nafs telah terbakar, apinya menjadi api ‘kerinduan’ (shawq) yang tak akan pernah padam, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.”

– Sheikh Abu Said Abil Khair

.

“Berusahalah untuk mengenal diri sendiri. Sebab siapa yang kenal dirinya dan menentang hawa nafsunya, akan kenallah dia akan Tuhannya dan menuntutlah dia akan keridhaan-Nya.”

– Syeikh Abdul Qodir al-Jilani

.

Rintik hujan, menetes dari awan.

Malu tatkala memandang lautan.

“Siapa aku di luasnya lautan?”, ucapnya.

Sebagaimana ia melihat dirinya dari mata kefaqiran

Sekeping kerang memeluknya dan membentuknya menjadi mutiara.

– Sheikh Muslihuddin Sa’di

.

“Saat engkau jauh dari Ka’bah, memang sudah sepantasnya engkau menghadapkan wajahmu ke sana. Namun bagi mereka yang ada di dalamnya, mereka bisa menghadap ke mana pun mereka inginkan.”

– Sheikh Abu Yazid al-Bistami

.

“Jika engkau ingin mencapai kemuliaan, jadikan kerendahan hati sebagai jalanmu.

Lihatlah, ketika embun turun ke atas bumi, sang mentari akan mengangkatnya ke langit”

– Sheikh Muslihuddin Sa’di

Memahami Takdir

Memahami Takdir

 


Artikel diambil & diterjemahkan dari website Herry Mardian “Suluk”

ANAK-ANAKKU tersayang, sebenarnya apa yang kita lakukan, apa yang kita perbuat, itulah yang membuahkan takdir kita (Al-Qada’ wal Qadar). Pena-nya ada di tangan kita sendiri, dan kita sendiri yang menulis bukti-bukti yang akan menjadi bahan pertimbangan pada hari pengadilan nanti. Keputusan terakhir akan dibuat berdasarkan tulisan kita ini. Allah akan membacanya dan berkata, “Inilah takdirmu (nasib). Kami akan membuatnya sebagai takdir bagimu.”

Pada keadaan-kedaan tertentu, ketika kita merasa begitu berat menyingkirkan hal tertentu, dan ketika kita merasa itu diluar kemampuan kita, kita akan berkata, “Inilah takdirku.” Jika ada seseorang yang sakit, kita akan mencoba segala macam jenis pengobatan padanya, dan ketika itu tidak berhasil kita akan mengatakan, “Pasti ini sudah takdirnya.”

Sebenarnya Tuhan pun seperti itu ketika memberikan putusan terakhirnya, ketika Dia mengatakan “Itulah nasibnya.”. Dia telah memberikan segalanya pada kita. Dia sudah menurunkan pada kita ke sembilan-puluh-sembilan sifat-Nya, dan hanya satu saja yang dia simpan untuk diri-Nya. Dia mengatakan, “Telah Aku berikan segala-galanya pada manusia, tapi manusia tidak memahami dan malah datang pada-Ku dengan membawa beban-beban neraka. Maka itulah yang akan aku jadikan sebagai nasibnya.” Maka Dia akan berkata lagi, “Kembalilah dengan semua yang kau bawa pada-Ku. Itu akan menjadi milikmu.”

Kita sendirilah yang menciptakan neraka atau surga untuk kita. Apapun dari diri kita yang kita tumbuhkan akan menjadi milik kita, dan hasil berupa keuntungan ataupun bencana, kita sendirilah yang mengusahakannya. Apakah kita harus mengambil neraka bagian demi bagian, kemudian mencoba untuk menghancurkannya? Tidak. Dorong itu semua dari jalan kalian, dan teruslah berjalan. Tidak perlu kita mencoba untuk menghancurkannya, majulah terus saja. Jika ada seekor anjing yang datang mencoba menggigit kita, kita menghindar dan berjalanlah terus. Buat apa kita berhenti dan menggigit balik anjing itu?

Sama seperti itu, jika ada setan mengikuti kita, katakan padanya untuk pergi, dan tetaplah berjalan. Jangan membuang-buang waktu dengannya. Dia hanya akan berteriak-teriak sebentar, tapi kemudian akan pergi. Dosa pun akan mengikuti kita sebentar, tapi jika kita tidak melihat kebelakang, maka ia pun akan pergi. Mereka akan berkata, “Ini bukan tempat kita,” lalu pergi. Akan ada banyak hal yang mengikuti kita selama waktu tertentu. Jika kita melihat kebelakang dan tersenyum lebar-lebar lalu menjadi senang karena kedatangan mereka, maka mereka akan terus mengganggu kita. Tapi jika kita tidak menghiraukan mereka, mereka akan pergi sambil berkata, “Gagal. Manusia ini mengalahkanku. Aku tidak dapat memasukinya.”

Seperti pelacur yang menari-nari untuk menangkap pandangan mata pria, seperti itu pula cara mereka mencuri perhatian kita. Mereka berdandan, menari, dan menangkap perhatian kita. Tapi jika kita langsung berpaling, jika kita punya iman, keyakinan dan tekad pada Allah yang Satu dan terus berjalan, mereka tidak akan mendekati kita. Mereka akan menjaga jarak. Tetap, mereka akan mengikuti kita sebentar, tapi nanti mereka akan pergi meninggalkan kita.

Mereka hanya tertarik pada pikiran dan sifat-sifat tertentu yang buruk pada diri kita. Jika pada suatu saat mereka mencoba untuk mengikatkan diri pada sifat-sifat buruk kita, maka buanglah sifat buruk itu dan teruslah berjalan, maka mereka tidak akan mampu mempengaruhi kita. Mereka akan menjanjikan segalanya: emas, perak, wanita, istana, dan sebagainya. Mereka akan menggoda, “Lihatlah ini! Lihatlah itu!” Tapi jika kalian mengacuhkannya, mereka akan berkata, “Tidak ada yang bisa kita lakukan pada manusia macam ini.”

Jika kalian justru menyambut mereka, tersenyum dan memeluknya, dan merasa senang karenanya, maka mereka akan terus mengikatkan dirinya pada kita. Tapi jika kita halau mereka, mereka akan pergi. Jika ada anjing yang akan menggigit kita, teruslah berjalan. Kita tidak perlu berhenti untuk mencoba menggigitnya balik, karena dia justru akan benar-benar menggigit kita. Jika kita mencoba menakutinya, ia akan menggigit kita. Jika kita mengambil tongkat atau batu, ia tetap akan menggigit kita juga. Oleh karena itu, kita harus berdiri diam dan katakan padanya, “Hai anjing, untuk apa kau terus mengikutiku? Aku tidak pernah menyakitimu. Pergilah, dan lakukan apa yang sudah menjadi tugasmu!” Maka anjing akan pergi dan kita bisa terus berjalan.

Kita harus melakukan hal yang sama setiap kali ada sesuatu yang menangkap kita. Katakanlah, “Tidak, aku tidak akan tertarik. Tidak ada gunanya kau mengikutiku,” dan berjalanlah terus. Tidak perlu merasa takut. Jika kita tatap mereka tanpa rasa takut dan mengatakan, “Pergilah,” maka mereka pun akan pergi.
Anak-anakku, kita sendirilah yang menyiapkan surga atau neraka untuk kita kelak. Takdir kita ditulis oleh tangan kita sendiri, dan kelak kita yang akan memberikannya pada Tuhan, dan barulah setelah itu Dia akan menilainya dan memberikan putusan akhir. Dia berikan pada kita sembilan puluh sembilan sifatnya, dan berkata “Ini menjadi takdirmu. Pergilah dan laksanakan apa yang harus kau kerjakan dengan kesembilan puluh sembilan sifat ini, kemudian kembalilah. Jika dengan ini kau mengumpulkan kebaikan, maka engkau mengusahakan surga. Tapi jika kejahatan yang kau kumpulkan, maka kau mengusahakan neraka. Apapun yang engkau bawa kembali kelak, itu akan menjadi dasar putusan terakhirmu. Aku sendiri yang akan menjadikan keputusan itu sebagai penyempurna takdirmu. Aku serahkan keputusan akhir itu pada tanganmu (Al qada’ wal qadar). Pergilah, selesaikan takdirmu, dan kembalilah. Hasil akhir yang kau peroleh akan menjadi qadha dan qadarmu.”

Jika kita tidak menyadari ini, dan malah menyiapkan neraka bagi kita sendiri, maka Dia pun tidak akan menyiapkan surga. Dia tidak pernah mengatakan, “Apapun yang pernah Aku berikan padamu merupakan takdirmu!” Dia akan senantiasa merubah takdir kalian berdasarkan niat dan perbuatan kalian. Setiap saat kalian minta dimaafkan, Dia akan memaafkan saat itu juga. Setiap saat kalian menyesal dan pemahaman diri kalian bertambah, Dia akan memaafkan kalian. Seiring dengan kebutuhan kalian pada-Nya yang meningkat setahap demi setahap, Dia akan terus menghadiahkan pada kalian hal-hal seperti ini. Jika Dia telah menetapkan takdir bagi kalian terlebih dahulu, tentu Dia tidak akan terus-menerus memberikan maaf seperti ini. Dia telah memberikan kalian kemampuan untuk ber-taubat, dan Dia telah memberikan kalian ampunan-Nya. Karena Dia telah memberikan pada kalian keduanya, kesalahan sekaligus obatnya, maka tentu Dia akan mengampuni setiap kali kalian memintanya.

Lebih jauh lagi, jika takdir kalian telah ditentukan terlebih dahulu, maka kalian tidak akan diperintahkan untuk meminta. Kemampuan meminta dan memohon telah dipersiapkan-Nya khusus untuk kalian, maka tidak ada yang namanya ‘telah ditakdirkan terlebih dahulu.” Khusus bagi manusia, Tuhan telah menyiapkan kemampuan bertaubat, berusaha, dan pengampunan-Nya. Melalui ini semualah kalian bisa meraih kemenangan. Tidak boleh kalian mengatakan, “Semua telah ditulis, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan.” Kalian harus berusaha. Dia telah berikan pada kalian sembilan puluh sembilan sifat-Nya.

Mintalah, maka Dia akan memaafkan. Berharaplah dan Dia akan berikan. Minta dan berharaplah, Dia akan memaafkan dan memberikan. Jika kalian mengetuk, pasti Dia akan buka. Minta, maka akan diberikan. Dia pasti memberikan. Allah mengatakan, “Aku akan mengampuni. Mintalah ampunan, mintalah, dan akan Aku berikan yang kalian minta.” Jika Dia telah menuliskan takdir kalian sebelumnya, maka Dia tidak akan memberikan itu.

Tuhan akan menunggu, menunggu sampai kalian diletakkan dalam kubur. Dia menunggu hingga tibanya Hari Perhitungan, dan pada hari itu hanya Dia yang berhak mengajukan pertanyaan. Dan kalian sendirilah yang datang pada-Nya membawa kebaikan atau kejahatan. Seandainya Dia telah menuliskan semua hasilnya, maka tentu tidak ada gunanya kalian diperintahkan untuk mengumpulkan perbuatan baik. Untuk apa lagi Dia ada di sana, harus memberikan penghakiman? Dia ada di sana karena ada yang harus Dia pertimbangkan, Dia menunggu untuk melihat apa yang kalian bawa. Jika seandainya dia sudah menentukan neraka terlebih dahulu untuk kalian, mengapa Dia memerintahkan kedua malaikat di kanan dan kiri kalian untuk terus mencatat perbuatan kalian? Pahamilah, bahwa selama ada hal yang masih belum ditulis, berarti masih ada tempat untuk memperbaiki dan meminta ampun.

Allah menurunkan 124.000 Rasul. Jika semua telah ditetapkan-Nya sejak awal, untuk apa Dia mengirimkan 124.000 rasul? Mengapa mereka semua dikirim? Untuk siapa? Apa Tujuannya? Jika semua telah ditentukan hanya berdasarkan keinginan-Nya, dan semua harus terjadi sebagaimana yang dikehendaki, maka tidak ada gunanya semua Rasul itu diturunkan. Tidak ada alasan untuk merubah apapun.

Allah telah menciptakan pasangan ‘khairr dan sharr‘, baik dan buruk. Dia juga telah ciptakan ‘Al-Qada’ wal Qadar’. Tapi Dia menciptakan semua itu secara sedemikian rupa sehingga apapun yang terjadi merupakan hasil perbuatan manusia sendiri. Dia berikan pada manusia kemampuan untuk merubah apa-apa yang tidak baik. Apapun takdir yang akan manusia dapatkan, merupakan hasil dari niatnya, perkataannya, dan perbuatannya sendiri. Itulah yang telah Allah katakan. Itulah kata-kata Tuhan.

Al-Qur’an memang menyebutkan tentang takdir, tapi jika hanya mengutip kata-kata Qur’an sebenarnya tidaklah cukup. Ada orang yang mampu menghafal ke 6.666 ayat, tapi hanya menghafalkan tidak akan memberikan kebaikan apa-apa. Setiap huruf dalam Qur’an memiliki rahasia didalamnya. Kebenaran Tuhan ada di setiap hurufnya, sebagai sebuah rahasia di dalam rahasia, dan kita harus membuka setiap rahasia satu demi satu, maka barulah kita akan mengerti. Tapi merupakan hal yang mustahil untuk memahami isi Qur’an seluruhnya. Sampai kapan pun, bagaimanapun perubahan yang terjadi di dunia ini, Qur’an akan senantiasa ada, demikian pula rahasia-rahasia yang ada di dalamnya. Dan di dalam rahasia itu, masih ada rahasia lagi.

Qur’an mengandung hukum-hukum dan kata-kata Tuhan. Musim mungkin berubah, dunia mungkin berubah, tapi Tuhan dan kata-kata-Nya tidak akan berubah-ubah. Bergantung pada keadaan dunia pada saat itu, kata-kata dalam Qur’an akan terus menyesuaikan dirinya untuk saat tersebut. Maka, setiap kali seseorang membuka Qur’an, tidak peduli pada masa apapun ia sedang berada, dia akan bisa mendapatkan jawaban yang dia perlukan. Akan dia temukan penjelasan rahasia yang dia butuhkan. Tergantung pada tingkatan di mana dia berada ketika seseorang membuka Qur’an, dia akan menemukan Qadha wal Qadar yang paling sesuai bagi kondisinya, demikian pula semua takdir dan nasibnya.

Mengapa Manusia Tidak Mendapatkan Kebahagiaan

Mengapa Manusia Tidak Mendapatkan Kebahagiaan

Sebuah Kisah Bijaksana dari seorang Sufi Sheikh
Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen

dari buku My Love You My Children
Diterjemahkan dari sini oleh: Dimas Tandayu

Anakku yang mulia, yang aku sayangi, yang aku cintai, cucu-cucuku. Aku akan menceritakan sebuah kisah.
Tuhan menciptakan manusia dengan cara yang indah. Lalu Tuhan bertanya kepadanya, “Apa yang kamu inginkan?”

Manusia menjawab, “Aku menginginkan hidup yang tenteram. Aku ingin menyembahmu, Oh Tuhan. Aku ingin beribadah kepadaMu. Lalu aku akan mendapatkan ketenangan hati. Inilah yang aku inginkan. Aku mohon engkau memberikannya kepadaku!”

“Baiklah”, kata Tuhan. “Apa yang kamu ingingkan?”

“Aku ingin menjadi raja. Setelah itu aku bisa beribadah kepadaMu dengan tenang.”

“Baiklah, kamu bisa menjadi raja.”

Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Bagaimana kabarmu ? Apakah kamu sudah merasa tenang sekarang?”

“Tidak, aku tidak merasakan ketenangan,” keluh manusia. “Oh Tuhan, aku membutuhkan kekayaan. Agar hidupku menjadi tenang.”

Lalu Tuhan memberikannya segala kekayaan dunia kepadanya, dan setelah beberapa waktu Dia bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Tidak, Oh Tuhan, aku tidak tenang.”

“Apa yang kamu inginkan?”

“Aku ingin hidup dengan wanita yang cantik. Setelah itu baru hatiku tenang.”

Lalu Tuhan memberikannya seorang wanita yang kecantikannya bagaikan rembulan yang indah.
Lalu setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”
“Tidak, Oh Tuhan, aku tidak tenang. Aku menginginkan sebuah istana yang terlihat seperti surga. Setelah itu aku baru tenang.”

“Baiklah, kata Tuhan, lalu Tuhan memberikan istana yang keindahannya seperti surga. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang? Apakah kamu sudah merasa tenang sekarang?”
“Oh Tuhan, andaikata Engkau memberikanku sebuah taman bunga yang bagus, setelah itu aku baru dapat hidup dengan tenang. Aku membutuhkan sebuah taman yang indah seperti surga.”
Lalu Tuhan memberikannya sebuah taman bunga yang indah, dan setelah beberapa saat Dia bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Tidak, aku tidak tenang,” keluh manusia. “Disini banyak lebah dan serangga yang menggigitku dan menyengatku, dan bau dari tempat ini membuatku alergi dan sakit kepala. Aku tidak mendapatkan ketenangan apapun.”

“Kamu tidak tenang sekarang?”

“Tidak, Tuhan. Aku menginginkan angin sepoi-sepoi yang menyegarkan. Jika aku mendapatkan angin yang wangi dan menyegarkan, baru aku bisa hidup dengan tenang.”

“Baiklah”, kata Tuhan, dan Dia memberikan beberapa wewangian, angin yang segar. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Oh Tuhan, aku tidak tenang, walaupun angin itu menyegarkanku, aku tidak tenang.”

“Jadi, apa yang kamu inginkan?”

“Oh Tuhan, berikan aku keturunan. Aku akan hidup tenang jika aku mempunyai keturunan.”
“Baiklah, Aku berikan engkau keturunan,” kata Tuhan. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?

“Tidak, aku tidak tenang.”

“Lalu apa yang kamu inginkan?” tanya Tuhan.

“Aku ingin menjadi seorang pemimpin dunia. Setelah itu aku baru merasa tenang.”
Tuhan menjadikannya seorang pemimpin dunia, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Oh Tuhan. Jika saja aku dapat melakukan suatu keajaiban, aku akan menemukan ketenangan. Aku rasa itu yang aku butuhkan.”

“Lakukanlah keajaiban. Kau dapat melakukan empat ratus trilliun sepuluh ribu keajaiban.Kau dapat melalukan apapun yang kau pikir bisa kau lakukan. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kau tenang sekarang?”

‘Tidak, oh Tuhan. Ketenangan belum juga datang.”
“Lalu apa yang kamu ingingkan?”

“Andaikata aku dapat menjadi seorang yang bijak, aku akan mendapatkan ketenangan. Lalu aku dapat memberikan ketenangan kepada setiap orang.”
Lalu Tuhan merubahnya menjadi seorang yang bijak, setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

”Tidak, aku tidak tenang.”


“Lalu apa yang kamu inginkan?”

“Jika saja aku dapat melakukan perjalanan dengan sebuah pesawat ke tempat yang jauh, jika saja aku dapat melihat seluruh negara-negara di dunia, aku akan mendapatkan ketenangan.”

“Baiklah,” kata Tuhan, dan Dia memberikannya sebuah pesawat. Setelah beberapa waktu, Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Tidak, aku tidak merasakan ketenangan. Aku sendirian disini.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?”

“Jika saja aku dapat konstan dalam berdoa, aku akan dapat mencapai ketenangan.”
“Baiklah, lalu berdoalah,” kata Tuhan, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Sebenarnya, aku tidak tenang. Aku duduk disini dan berdoa, tetapi aku tidak dapat konsentrasi. Pikiranku melayang-layang. Aku tidak tenang.”

“Jadi apa yang kamu inginkan? Ketenangan seperti apa yang kamu inginkan?
“Mungkin jika aku mempunyai lima atau enam wanita yang dapat melayaniku dan menghormatiku, lalu aku akan mendapatkan ketenangan.”

“Baiklah, engkau dapat memiliki selusin wanita. “Jadi Tuhan memberinya selusin wanita, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Tidak, ketenangan belum datang juga.”

“Apa yang kamu inginkan?”
“Aku menginginkan baju yang berlapiskan permata. Mungkin keindahan permata akan menghilangkan kesedihanku, dan Aku akan hidup bahagia penuh dengan ketenangan.”

Kemudian Tuhan memberikannya seluruh permata yang terbaik dari dunia, dan setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Tidak. Kilauan cahaya permatanya terlalu terang dan menyakiti mataku. Aku tetap tidak tenang.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?”
 
“Jika aku tidak lapar, aku dapat beribadah kepadaMu.”

“Baiklah,” kata Tuhan, lalu Tuhan mengambil kelaparan dari manusia. Setelah beberapa waktu Tuhan bertanya, “Apakah kamu tenang sekarang?”

“Tidak, Tuhan. Aku terlalu kurus. Aku tidak dapat melihat dengan baik, dan aku sulit ketika jalan.”
“Lalu apa yang kamu inginkan? Apa yang kamu inginkan?”

“Oh Tuhan, ratap manusia. “Aku tidak mengerti apapun. Kau memberiku begitu banyak, tapi aku tidak mengerti apapun. Aku tidak tahu mengapa aku tidak bahagia. Tolong jelaskan kepadaku kenapa aku tidak merasakan ketenangan hati.”

Lalu Tuhan menjelaskan, “Sebelum sifatKu datang kepadamu, kau tidak akan pernah merasakan ketenangan hati. Sebelum kearifanKu datang kepadamu, kau tidak akan pernah tenang. Tidak ada hal lain yang membuatmu tenang.

Anakku, Tuhan telah memberikan segala sesuatu yang diminta manusia. Dia memberikan dunia, Dia memberikan kekayaan, Dia memberikan segalanya, tetapi apakah manusia mendapatkan ketenangan? Tidak. Manusia telah hidup dengan jangka waktu yang lama, tetapi apakah ia telah mencapai ketenangan? Apakah ia mendapatkan ketenangan melalui keajaiban? Apakah ia mendapatkan ketenangan melalui doa? Apakah manusia akan tenang walaupun dia tidak akan pernah merasa kelaparan? Apakah harta bendanya membuatnya tenang? Apakah kekuasaan akan membuatnya tenang? Apakah ketenangan datang melalui wanita? Kenapa manusia tidak tenang? Kenapa memiliki semua hal ini tetap tidak dapat membuat manusia tenang?

Permata hatiku yang menyinari mataku, Kita tidak dapat mencapai ketenangan melalui semua hal tersebut. Tuhan memberikan segala sesuatu yang kita minta, Dia memberikan apa yang kita harapkan, Dia memberikan apapun yang kita inginkan. Tetapi hal-hal ini tidak pernah memberikan kita ketenangan, dan kita bahkan mulai menyalahkan Tuhan.

Kita harus memikirkan apa yang akan membuat kita tenang. Apakah permata dari ketenangan? Apa yang memberikan kita ketenangan? Jika kita memikirkannya dan mengerti, lalu kita akan menemukan kebahagiaan didalam hidup kita. Kita tidak dapat menemukannya melalui emas atau dunia atau wanita atau anak, melalui kekuasaan, melalui politik, melalui pesawat, melalui lautan, melalui matahari atau bulan. Kita tidak akan pernah mendapatkan ketenangan melalui hal tersebut.

Tuhan memberikan kita segalanya, permata hatiku yang menyinari mataku, tetapi apa yang membuat kita tenang? Apakah seorang raja memiliki ketenangan? Apakah seorang presiden memiliki ketenangan? Apakah orang-orang yang kaya memiliki ketenangan? Apakah para penguasa dunia memiliki ketenangan? Apakah para karyawan memiliki ketenangan?

Apalah para orang tua memiliki ketenangan? Apakah orang yang telah menikah memiliki ketenangan? Apakah orang yang mempunyai taman-taman yang indah memiliki ketenangan? Apakah orang yang mempunyai kolam renang memiliki ketenangan? Tidak. Kita tidak akan pernah menemukan ketenangan melalui hal tersebut. Kita akan di bodohi pada akhirnya, idiot. Kita hanya akan berakhir sebagai manusia yang bodoh.

Berpikirlah. Apakah ketenangan itu? Apa yang memberi kita ketenangan? Ketenangan hati adalah sifat-sifat Tuhan, bertindak sesuai Tuhan, bersikap sesuai petunjuk Tuhan, bertingkah laku baik sesuai petunjuk Tuhan, berbuat baik sesuai petunjuk Tuhan, bertindak atas dasar kebajikanNya Tuhan, cintaNya Tuhan, belas kasihNya Tuhan, keadilanNya Tuhan, kedamaianNya Tuhan, kesabaranNya Tuhan, ketabahanNya Tuhan, kesukaanNya Tuhan, percaya kepada Tuhan, memuji Tuhan, dan Ihklas dan Tawakal kepada Tuhan. 

Kearifan yang murni dan sifat-sifat ini akan memberikan manusia ketenangan. Tidak ada hal lainnya.

Oleh sebab itu, permata hatiku yang menyinari mataku, ketika kita mengerti maksud hal tersebut, kita akan mendapatkan ketenangan hati. Ketika kita telah membangun sifat ini didalam diri kita, kita akan tenang dan tenteram. Selain itu, kita tidak akan pernah tenang. Anakku yang aku sayangi. Kita harus memikirkan hal ini. Untuk menemukan kebebasan bagi jiwa kita, pertama kita harus mengetahui apa yang membuat kita tenang. Lalu kita akan mencapai tahap Kasih Sayang Tuhan, Surga, dan Kerajaan Tuhan. Kita dapat menjadi wakil (khalifa)Nya Tuhan, hidup dengan penuh kebebasan, tanpa kelahiran atau kematian. Tidak ada apapun yang dapat membuat kita tenang.

Setiap dari kita harus memikirkannya dari hati kita. Kita harus membuka hati kita, pikirkan tentang hal ini, dan amati dengan penuh kesadaran. Lalu kita akan mengetahui bahwa hanya keadaaan ini yang bisa memberikan kita ketenangan. Kita tidak dapat meraih ketenangan melalui hal apapun.

Anakku yang aku sayangi. Ini cukup untuk saat ini. Mari kita merenungkannya. Jika kita dapat mengerti hal ini, ini akan lebih dari cukup untuk keabadian. Hanya Tuhan lah yang kita butuhkan. Semoga Ia memberikan kita Kasih Sayang untuk membangun ketenangan didalam diri kita. Amin. Amin. Semoga Ketenangan akan Tuhan dan Rahmatnya tercurah kepada kita semua!

M. R. Bawa Muhaiyaddeen

True Love (Cinta Sejati)

True Love (Cinta Sejati)

Sahabatku…kita semua pasti sering mendengar yang namanya Cinta. Bertahun-tahun kita hidup, pernahkah kita merenung sejenak untuk memahami apa arti cinta yang sebenarnya?. Sering kita berusaha untuk mencintai dan dicintai, tetapi terkadang situasi memberikan keadaan yang berbeda dari apa yang kita harapkan. Beberapa orang menemukan cinta sejatinya, dan beberapa orang lainnya hatinya terluka karena cinta. Seorang guru berkata “Salah satu kekuatan yang paling besar di alam semesta ini adalah Cinta”. Bahkan Tuhan menciptakan alam semesta ini karena CintaNya.
Sahabatku, mari kita belajar arti Cinta Sejati dari seseorang yang menghabiskan hidupnya di Jalan Cinta. Semoga Cinta Tuhan selalu menaungi hatimu sahabatku…
with love, dimas.
——————————————————————————————————————————————————————-
True Love (Cinta Sejati)

Oleh: M. R. Bawa Muhaiyaddeen

Seorang bijak berkata kepadaku, “Anakku, mari kita bicara tentang cinta. Cinta apa yang kau miliki?” Merasa diri ini memang belum paham apa makna cinta yang sebenarnya, maka aku dengarkan baik-baik setiap hikmah yang menyemburat seperti cahaya.
Anakku, kamu harus membuka hatimu lebar-lebar agar bisa menangkap esensi cinta yang akan aku sampaikan. Simpan pertanyaanmu nanti, karena setiap pertanyaan itu terlahir dari akal. Seperti langit, akal melayang tinggi di atas bumi tempatmu berpijak. Dan kau pun akan jauh dari hati pijakanmu, satu-satunya titik yang mampu menangkap esensi cinta.

 

Lihat batang bunga mawar itu. Dia punya potensi untuk mempersembahkan bunga merah dan harum yang semerbak. Namun jika batang itu tak pernah ditanam, tak akan pernah mawar itu menghiasi kebunmu. Maka, hanya dengan membuka diri untuk tumbuhnya akar dan daun lah, batang mawar itu akan melahirkan bunga mawar yang harum. Demikian juga dengan hatimu, anakku. Kau harus membukanya, agar potensi cinta yang terkandung di dalamnya bisa merekah, lalu menyinari dunia sekitarmu dengan kedamaian.

Anakku, begitu sering kau bicara cinta. Cinta kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada Tuhan… Apakah isi atau esensi dari cintamu itu? Kau bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama, … Apakah benar begitu, anakku?


Mungkin di kampung kau punya seekor kuda. Begitu sayangnya kau pada kuda itu. Setiap hari kau beri makan, minum, kau rawat bulunya, kau bersihkan, kau ajak jalan-jalan. Seolah kuda itu telah menjadi bagian dari hidupmu, seperti saudaramu. Kau mencintai kuda itu sepenuh hati. Namun, suatu ketika datang orang yang ingin membelinya dengan harga yang fantastis.

Hatimu goyah, dan kau pun menjualnya. Cintamu tidak sepenuh hati, karena kau rela menjual cinta. Kau mencintai kuda, karena kegagahannya membuatmu bangga dan selalu senang ketika menungganginya. Namun, ketika datang harta yang lebih memberikan kesenangan, kau berpaling. Kau cinta karena kau mengharapkan sesuatu dari yang kau cintai. Kau cinta kudamu, karena mengharapkan kegagahan. Cintamu berpaling kepada harta, karena kau mengharapkan kekayaan. Ketika keadaan berubah, berubah pula cintamu.

Kau sudah punya istri. Begitu besar cintamu kepadanya. Bahkan kau bilang, dia adalah pasangan sayapmu. Tak mampu kau terbang jika pasangan sayapmu sakit. Cintamu cinta sejati, sehidup semati. Namun, ketika kekasihmu sedang tak enak hati yang keseratus kali, kau enggan menghiburnya, kau biarkan dia dengan nestapanya karena sudah biasa. Ketika dia sakit yang ke lima puluh kali, perhatianmu pun berkurang, tidak seperti ketika pertama kali kau bersamanya. Ketika dia berbuat salah yang ke sepuluh kali, kau pun menjadi mudah marah dan kesal. Tidak seperti pertama kali kau melihatnya, kau begitu pemaaf. Dan kelak ketika dia sudah keriput kulitnya, akan kau cari pengganti dengan alasan dia tak mampu mendukung perjuanganmu lagi? Kalau begitu, maka cintamu cinta berpengharapan. Kau mencintainya, karena dia memberi kebahagiaan kepadamu. Kau mencintainya, karena dia mampu mendukungmu. Ketika semua berubah, berubah pula cintamu.

Kau punya sahabat. Begitu sayangnya kau kepadanya. Sejak kecil kau bermain bersamanya, dan hingga dewasa kau dan dia masih saling membantu, melebihi saudara. Kau pun menyatakan bahwa dia sahabat sejatimu. Begitu besar sayangmu kepadanya, tak bisa digantikan oleh harta. Namun suatu ketika dia mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keyakinanmu. Setengah mati kau berusaha menahannya. 

Namun dia terus melangkah, karena dia yakin itulah jalannya. Akhirnya, bekal keyakinan dan imanmu menyatakan bahwa dia bukan sahabatmu, bukan saudaramu lagi. Dan perjalanan kalian sampai di situ. Kau mencintainya, karena dia mencintaimu, sejalan denganmu. Kau mendukungnya, mendoakannya, membelanya, mengunjunginya, karena dia seiman denganmu. Namun ketika dia berubah keyakinan, hilang sudah cintamu. Cintamu telah berubah.

Kau memegang teguh agamamu. Begitu besar cintamu kepada jalanmu. Kau beri makan fakir miskin, kau tolong anak yatim, tak pernah kau tinggalkan ibadahmu, dengan harapan kelak kau bisa bertemu Tuhanmu. Namun, suatu ketika orang lain menghina nabimu, dan kau pun marah dan membakar tanpa ampun. Apakah kau lupa bahwa jalanmu mengajak untuk mengutamakan cinta dan maaf? Dan jangankan orang lain yang menghina agamamu, saudaramu yang berbeda pemahaman saja engkau kafirkan, engkau jauhi, dan engkau halalkan darahnya. Bukankah Tuhanmu saja tetap cinta kepada makhlukNya yang seperti ini, meskipun mereka bersujud atau menghinaNya? Kau cinta kepada agamamu, tapi kau persepsikan cinta yang diajarkan oleh Tuhanmu dengan caramu sendiri.

Anakku, selama kau begitu kuat terikat kepada sesuatu dan memfokuskan cintamu pada sesuatu itu, selama itu pula kau tidak akan menemukan True Love. Cintamu adalah Selfish Love, cinta yang mengharapkan, cinta karena menguntungkanmu. Cinta yang akan luntur ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Dengan cinta seperti ini kau ibaratnya sedang mengaspal jalan. Kau tebarkan pasir di atas sebuah jalan untuk meninggikannya. Lalu kau keraskan dan kau lapisi atasnya dengan aspal. Pada awalnya tampak bagus, kuat, dan nyaman dilewati. Setiap hari kendaraan lewat di atasnya. Dan musim pun berubah, ketika hujan turun dengan derasnya, dan truk-truk besar melintasinya. Lapisannya mengelupas, dan lama-lama tampak lah lobang di atas jalan itu. Cinta yang bukan True Love, adalah cinta yang seperti ini, yang akan berubah ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Kau harus memahami hal ini, anakku.

Sekarang lihatlah, bagaimana Tuhanmu memberikan cintaNya. Dia mencintai setiap yang hidup, dengan cinta (rahman) yang sama, tidak membeda-bedakan. Manusia yang menyembahNya dan manusia yang menghinaNya, semua diberiNya kehidupan. KekuasaanNya ada di setiap yang hidup. Dia tidak meninggalkan makhlukNya, hanya karena si makhluk tidak lagi percaya kepadanya. Jika Dia hanya mencintai mereka yang menyembahNya saja, maka Dia namanya pilih kasih, Dia memberi cinta yang berharap, mencintai karena disembah. Dia tidak begitu, dia tetap mencintai setiap ciptaanNya. Itulah True Love. Cinta yang tak pernah berubah, walau yang dicintai berubah. Itulah cinta kepunyaan Tuhan. Anakku, kau harus menyematkan cinta sejati ini dalam dirimu. Tanam bibitnya, pupuk agar subur, dan tebarkan bunga dan buahnya ke alam di sekitarmu.

Dan kau perlu tahu, anakku. Selama kau memfokuskan cintamu pada yang kau cintai, maka selama itu pula kau tak akan pernah bisa memiliki cinta sejati, True Love. Cinta sejati hanya kau rasakan, ketika kau melihat Dia dalam titik pusat setiap yang kau cintai. Ketika kau mencintai istrimu, bukan kecantikan dan kebaikan istrimu itu yang kau lihat, tapi yang kau lihat “Ya Allah! Ini ciptaanMu, sungguh cantiknya. Ini kebaikanMu yang kau sematkan dalam dirinya.” Ketika kau lihat saudaramu entah yang sejalan maupun yang berseberangan, kau lihat pancaran CahayaNya dalam diri mereka, yang tersembunyi dalam misteri jiwanya. Kau harus bisa melihat Dia, dalam setiap yang kau cintai, setiap yang kau lihat. Ketika kau melihat makanan, kau bilang “Ya Allah, ini makanan dariMu. Sungguh luar biasa!” Ketika kau melihat seekor kucing yang buruk rupa, kau melihat kehidupanNya yang mewujud dalam diri kucing itu. Ketika kau mengikuti sebuah ajaran, kau lihat Dia yang berada dibalik ajaran itu, bukan ajaran itu yang berubah jadi berhalamu. Ketika kau melihat keyakinan lain, kau lihat Dia yang menciptakan keyakinan itu, dengan segala rahasia dan maksud yang kau belum mengerti.

Ketika kau bisa melihat Dia, kemanapun wajahmu memandang, saat itulah kau akan memancarkan cinta sejati kepada alam semesta. Cintamu tidak terikat dan terfokus pada yang kau pegang. Cintamu tak tertipu oleh baju filosofi, agama, istri, dan harta benda yang kau cintai. Cintamu langsung melihat titik pusat dari segala filosofi, agama, istri, dan harta benda, dimana Dia berada di titik pusat itu. Cintamu langsung melihat Dia.
Dan hanya Dia yang bisa memandang Dia. Kau harus memahami ini, anakku. Maka, dalam dirimu hanya ada Dia, hanya ada pancaran cahayaNya. Dirimu harus seperti bunga mawar yang merekah. Karena hanya saat mawar merekah lah akan tampak kehindahan di dalamnya, dan tersebar bau wangi ke sekitarnya. Mawar yang tertutup, yang masih kuncup, ibarat cahaya yang masih tertutup oleh lapisan-lapisan jiwa. Apalagi mawar yang masih berupa batang, semakin jauh dari terpancarnya cahaya. Bukalah hatimu, mekarkan mawarmu.

Anakku, hanya jiwa yang telah berserah diri saja lah yang akan memancarkan cahayaNya. Sedangkan jiwa yang masih terlalu erat memegang segala yang dicintainya, akan menutup cahaya itu dengan berhala filosofi, agama, istri, dan harta benda. Lihat kembali, anakku, akan pengakuanmu bahwa kau telah berserah diri. Lihat baik-baik, teliti dengan seksama, apakah pengakuan itu hanya pengakuan sepihak darimu? Apakah Dia membernarkan pengakuanmu? Ketika kau bilang “Allahu Akbar,” apakah kau benar-benar sudah bisa melihat keakbaran Dia dalam setiap yang kau lihat? Jika kau masih erat mencintai berhala-berhalamu, maka sesungguhnya jalanmu menuju keberserahdirian masih panjang. Jalanmu menuju keber-Islam-an masih di depan. Kau masih harus membuka kebun bunga mawar yang terkunci rapat dalam hatimu. Dan hanya Dia-lah yang memegang kunci kebun itu. Mintalah kepadaNya untuk membukanya. Lalu, masuklah ke dalam taman mawarmu. Bersihkan rumput-rumput liar di sana, gemburkan tanah, sirami batang mawar, halau jauh-jauh ulat yang memakan daunnya. Kemudian, bersabarlah, bersyukurlah, dan bertawakkallah. InsyaAllah, suatu saat, jika kau melakukan ini semua, mawar itu akan berbunga, lalu merekah menyebarkan bau harum ke penjuru istana.

Semoga Allah membimbingmu, anakku.

Angin Api

Angin Api

bawa_close.jpgSebuah chapter dari buku Come to the Secret Garden: Sufi Tales of Wisdom
Oleh M. R. Bawa Muhaiyaddeen
***
Dulu, sebelum mesin pemutar baling-baling yang menggerakkan roda kapal ditemukan, perjalanan mengarungi luasnya lautan atau menyusuri panjangnya sungai cuma bisa dilakukan dengan bantuan tiupan angin kencang. Tenaga sejumlah manusia yang disatukan memang mampu juga mengayuh perahu mengarungi lautan, tapi perlu waktu berpekan-pekan untuk tiba di tujuan. Itu pun belum tentu sampai, sebab bisa saja keburu dihantam badai di tengah jalan.

Kalau sedang tak ada tiupan angin, maka kapal pun terombang-ambing di tengah lautan atau perahu terpaksa dilabuhkan. Tanpa angin, kapal atau perahu tak akan pernah sampai ke tujuan. Maka kepergian orang pun terhenti di tengah jalan, dan barang kebutuhan hidup tak pernah tiba di tangan orang-orang yang membutuhkan. Maka, bahaya kelaparan pun datang mengancam.
Tanpa adanya tiupan angin, tentu tak akan pernah terjadi penyatuan serbuk bunga. Akibatnya tumbuhan tak akan mengeluarkan buah. Maka, sekali lagi bahaya kelaparan mengancam kehidupan manusia. Sebab, di mana pun di dunia ini, makanan pokok orang pada dasarnya adalah buah. Buah padi, buah gandum, buah pisang, atau buah kurma.



Tapi, jika angin bertiup kelewat kencang dan mengubah dirinya menjadi badai atau topan, maka kapal pun tenggelam, perahu karam, pohon bertumbangan, rumah ambruk, perkampungan porak poranda. Angin yang berlebihan ternyata membawa malapetaka. Dan tak cuma angin sebenarnya, apa pun yang berlebihan kerap mendatangkan celaka. Kekayaan yang berlimpah ruah, misalnya, bisa membuat orang pongah sehingga lupa kepada Yang Mahapemurah. Begitu pula kemiskinan yang kelewatan kerap membuat orang putus asa, lalu bunuh diri untuk segera tiba di neraka.

Namun demikian, ada angin yang sesungguhnya teramat panas tapi justru menjadi berkah. Namanya Angin Api yang cuma bertiup di gurun pasir. Angin Api inilah yang meranumkan sekaligus membuat manis buah kurma yang kerasnya tak terkira. Tanpa adanya Angin Api, kurma tak akan pernah matang dan tentunya tak bisa dimakan.

Ketika angkutan umum seperti kereta api, bus, pesawat terbang, belum menyentuh peradaban dunia, maka perjalanan panjang melintasi daratan dilakukan orang dengan menunggang binatang. Orang Badui yang tinggal di gurun pasir, misalnya, selalu menunggang unta untuk ke mana-mana. Padahal di padang pasir nyaris tak tersedia makanan. Tapi orang Badui sudah ditakdirkan dapat bertahan hidup dengan menggunakan sedikit sekali makanan. Kurma adalah makanan utama mereka.

Orang Badui sepenuhnya bergantung kepada kurma selama dalam perjalanan mengarungi gurun yang gersang untuk mempertahankan kehidupan. Sari buah kurma seperti madu. Mereka mengoleskannya ke atas roti, dan menggunakannya untuk memaniskan susu unta yang sebenarnya sangat asin rasanya.
Hati manusia sekeras buah kurma yang hanya akan matang setelah mendapat terpaan panasnya Angin Api kehidupan. Seperti kurma yang ranum, hati manusia yang matang juga akan memberikan kehidupan bagi sekelilingnya.

“Jika kalian menjadi pohon kurma karunia Tuhan bagi seluruh kehidupan, maka kelaparan mereka akan hilang dan kesulitan mereka akan ringan.”

Sekuntum Mawar Hati

Sekuntum Mawar Hati

38748372.jpg

Penanya: Apa yang dimaksud dengan hati terbuka? Mengapa hati harus dibuka? Dan apa yang menyebabkan hati terbuka?

Bawa Muhaiyaddeen: Hanya ketika sekuntum mawar mengembang dan merekah, barulah keharumannya menyebar. Bukankah begitu? Sebelum merekah bisakah engkau merasakan keharuman mawarnya? Tidak, engkau tidak bisa. Bisakah engkau melihat keindahan mawarnya? Tidak bisa, ia hanyalah sebuah kuncup. Hanya tatkala mawarnya merekah barulah keindahan dan keharumannya terpancar.

Lubuk hati yang paling dalam, atau qolbu, adalah seperti sekuntum bunga mawar. Walaupun ia ada di sana, selama ia masih dalam keadaan kuncup, engkau tidak akan bisa merasakan keindahan mawarnya, warnanya atau keharumannya. Hanya ketika mawar qolbu merekah barulah engkau akan mengetahui kebahagiaan ketika mencium dan melihatnya. Pada saat itulah keindahan, keharuman, kebenaran dan keagungan qolbu diketahui. Hal-hal ini tidak bisa dilihat tatkala mawar masih dalam keadaan kuncup. Untuk itulah mengapa mawar qolbu tersebut harus dibuka. Ia harus merekah.

Sebuah taman mawar haruslah dikunci agar binatang tidak masuk dan merusaknya. Oleh sebab itu, kita harus membuka kuncinya, memasukinya dan merawatnya. Kita harus menyiram tanamannya, memberinya pupuk, dan menjaga mereka. Dengan hal yang sama, menggunakan kunci hikmah kebijaksanaan dari kebenaran, kita harus membuka taman mawar dari hati dan masuk ke dalamnya. Ketika di dalam, kita harus mengetahui apa yang dibutuhkan agar kuncup bisa merekah. Kita harus memberinya pupuk sifat-sifat Tuhan, tindakan Tuhan, perbuatan-Nya, kemulian-Nya, dan cinta-Nya. Dan kita harus menyiramnya dengan sifat-sifat Tuhan. Inilah hal-hal yang harus kita berikan kepada tanamannya.

Seiring kita melaksanakan tugas-tugas ini, suatu keindahan yang menakjubkan akan mulai merekah, dan kita akan mulai merasakan keharumannya. Itulah taman mawar dari hati. Dan Sang Penjaga dari taman ini adalah “Tuhanku!” Kita akan dapat melihat Penjaganya dan merasakan keindahan dan keharuman mawarnya di sana. Inilah mengapa kita harus membuat bunganya merekah. Inilah cara yang harus kita lakukan.

Quotes Of Jalaludin Rumi



Pada menit aku mendengar kisah cinta pertamaku
aku mulai mencarimu, tanpa tahu
betapa buta waktu itu.
Para pecinta akhirnya tak bertemu di suatu tempat
mereka sudah-selalu saling bersama

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Diam-tenang adalah bahasa Tuhan,
segala yang lainnya adalah terjemahan buruk

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Saat aku bersamamu, kita terjaga sepanjang malam
saat kau tak di sini, aku tak bisa tidur
betapa berarti Allah bagi dua orang yang tak bisa tidur
dan perbedaan di antara dua orang itu

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Abaikan apapun yang membuatmu takut dan bersedih,
yang menyurutkanmu ke belakang menghadapi sakit dan maut.

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Ketuklah, dan Dia akan bukakan pintu itu
lenyaplah, dan Dia akan membuatmu bersinar bagai matahari
jatuhlah, dan Dia akan menaikkanmu ke beberapa langit
jadilah bukan-apapun, dia akan mengembalikanmu ke dalam segala sesuatu!

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Saat kau lakukan segala sesuatu dari jiwamu,
kau rasakan sebuah sungai mengalir dalam dirimu, suatu kebahagiaan

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Biarkan kecantikan yang kita cintai menjadi apa yang kita lakukan
ada ratusan cara untuk berlutut dan mencium tanah

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Dalam cahayamu aku belajar bagaimana mencintai
dalam kecantikanmu, belajar menuliskan puisi
kau menari di dalam dadaku di mana tak ada siapapun melihatmu,
namun kadang aku melihatmu
dan dari tatapan itu menjadi keindahan ini

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Jangan bersedih, segala yang hilang darimu, datang dalam bentuk lain

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Apa yang kau cari, sedang mencarimu

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Jiwaku berasal dari tempat lain, aku meyakini itu,
dan aku akan mengakhiri semua ini dari sana

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Begitulah Tuhan berfirman pada mawar, 
dan menyebabkan mawar tertawa dalam rupa kecantikan merekah, Dia
bersabda pada hatiku, dan membuat hatiku ratusan kali lebih cantik

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Seribu cinta-separuh harus diabaikan untuk mendapatkan satu rumah cinta-penuh

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Inilah cinta: terbang di langit rahasia, menyebabkan seratus hijab luruh setiap saat pertama membiarkan pergi kehidupan. 
Akhirnya, menjangkah tanpa kaki.

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Duduk, tenanglah, dan dengarkan sebab kau sedang mabuk dan kita berada di batas langit-langit

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Luka adalah tempat di mana Cahaya memasukimu

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Di mana ada reruntuhan, di sana ada harapan terdapatnya harta karun

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Aku ingin menyanyi bagai burung berkicau,
yang tak peduli apa yang mereka dengar ataupun pikirkan

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Jadilah seperti matahari bagi memberi dan mengasihi
Jadilah seperti malam untuk menutupi kesalahan orang lain
Jadilah seperti alir air untuk kemurahan hati
Jadilah seperti maut untuk kesumat dan amarah
Jadilah seperti bumi untuk kerendahan hati
Muncullah sebagaimana kamu
Jadilah sebagaimana kamu muncul

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Jika dalam haus kau minum air dari sebuah gelas, kau melihat Tuhan di sana.
Mereka yang tidak berada dalam cinta kepada Tuhan, hanya akan melihat wajahnya sendiri di gelas itu.

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Oh langit, tanpaku, janganlah berubah,
Oh bulan, tanpaku, janganlah bersinar,
Oh bumi, tanpaku, janganlah menumbuhkan,
Oh waktu, tanpaku, janganlah berlalu.
Oh, kalian tak bisa pergi, tanpaku.

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Jika kau terlalu sibuk melihat masa lalumu,
atau bahkan cemas terhadap kehidupan masa mendatang,
kau tidak akan melihat-Nya.
Dan jika kau melupakan-Nya,
hidup ini tak layak kau jalani...

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Kau terlahir dengan dua sayap,
mengapa memilih merangkak sepanjang hidup?

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Pelajarilah kimia manusia sejati yang mengerti.
Saat kau menerima masalah
Saat itu kamu sedang diberi pintu terbuka

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Mereka bilang terdapat satu pintu dari hati ke hati,
namun apa gunanya pintu jika tidak ada tembok? 

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Berikan kelemahanmu kepada seseorang yang menolongmu

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Bukan hanya haus yang mencari air,
air pun mencari haus

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Tak ada lagi kata-kata.
atas nama tempat di mana kita minum dengan nafas kita,
tetaplah sunyi bagai bunga.
Maka burung-burung malam akan mulai bernyanyi.

- Maulana Jalaluddin Rumi -

Jadilah seperti salju
basuh dirimu dengan dirimu

- Maulana Jalaluddin Rumi -